JAKARTA, Panjimas – Lonjakan kasus penularan Covid-19 tak terelakkan pasca mudik lebaran 2021. Pada 26 Juni 2021 hingga 2 Juli 2021, ledakan kasus baru memecahkan rekor di atas 20 ribu kasus per hari.
Akibatnya, layanan gawat darurat (IGD) tak mampu menampung pasien kritis Covid-19 yang terus berdatangan dan terjadi hampir merata di seluruh Rumah Sakit di Pulau Jawa. Beberapa pasien kritis yang tak tertangani meninggal dalam perjalanan mencari layanan. Selain kelangkaan IGD, kelangkaan oksigen juga terjadi di mana-mana.
Uniknya, Kamis (1/7) Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengaku tak menyangka fenomena ini bakal terjadi. Kendati sejak dua pekan sebelumnya, para profesional medis melalui akun Twitter seperti Ainun Najib, KawalCovid19, Lapor Covid dan Dayatia aktif menyampaikan prediksi ini setiap hari.
Seperti yang dilansir oleh Muhammadiyah.or.id bahwa menanggapi kegentingan itu, Muhammadiyah mendesak Pemerintah melakukan Lockdown Pulau Jawa selama 3 pekan, meskipun akhirnya yang diberlakukan adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat per Sabtu, 3 Juli 2021.
Wakil Ketua Bidang Layanan Kesehatan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dr. Aldila S. Al Arfah, MMR mengungkapkan rumah sakit Muhammadiyah kewalahan menghadapi lonjakan pasien yang meningkat drastis.
“Ketersediaan bed (tempat tidur) hampir penuh. Beberapa rumah sakit hampir penuh. Sudah banyak rumah sakit kita juga yang mendirikan tenda darurat. Di Jawa Tengah bahkan ada yang cari-cari tenda tapi ga dapat-dapat ini. IGDnya meluap pasiennya. Kemudian di Jawa Timur juga demikian, di DKI Jakarta juga begitu. Hampir di seluruh Indonesia, terutama di pulau Jawa,” ungkapnya kepada Muhammadiyah.or.id, Kamis (1/7).
Ujian Berat Bagi Rumah Sakit dan Tenaga Kesehatan Muhammadiyah
Sejak terlibat menangani pandemi dari 5 Maret 2020 hingga hari ini, Muhammadiyah telah melibatkan 86 rumah sakit yang dimilikinya di seluruh Indonesia. Kegentingan dalam sepekan ini menurut Aldila adalah pasien yang terus berdatangan. Sementara itu, tenaga kesehatan mulai banyak yang terpapar atau dengan kata lain jumlah tenaga kesehatan aktif tak sebanding dengan jumlah pasien Covid yang memerlukan perawatan.
“Ya, mau gak mau harus dicukupkan. Kategorinya sudah burn out, sudah exhausted,” keluhnya.
Untuk melayani, perawat mengukur dari tingkat ketergantungan pasien. Pasien yang mampu makan, naik turun bed atau buang air besar sendiri adalah kategori paling ringan (minimal care). Jika sudah memerlukan bantuan, maka masuk dalam kategori menengah (partial) hingga total.
“Kalau pasiennya ada 5 atau 3 saja, itu satu perawat saja sudah kewalahan dong. Tapi kalau tingkat ketergantungannya menengah, itu bisa menangani 6 pasien, 7 pasien gitu,” jelas Aldila.
Kondisi saat ini, rata-rata adalah pasien Covid di IGD menurutnya adalah Partial Care hingga Total Care sehingga membuat tenaga kesehatan kelimpungan. Membuka bangsal baru untuk pelayanan pun dalam sekejap juga langsung terisi penuh.
“Nah di IGD lebih berat memang sebab kan meskipun pasien sudah penuh isi bed-bednya, pasien kan datang lagi. Jadi bahkan ada pasien yang ngantri, nunggu di depan IGD bahkan ada yang nunggu di dalam mobil karena nggak ada tempat. Kalau sudah seperti itu perawatnya mau ga mau harus nyapa pasiennya keluhannya apa? buat screening gitu. Jadi sudah kalau dibilang kondisi sekarang bagaimana? ya sudah overload. Terutama di daerah-daerah yang lonjakannya sangat tinggi nih,” imbuhnya.
“Nah ini, dari beberapa faktor ini saja kita dari sisi tenaga medisnya, (berapa) tenaga kesehatan yang terinfeksi kemudian isoman? Akhirnya kan mengurangi pasukan. Begitu. Masih overload lagi,” keluhnya.
Pemerintah Sudah Diperingatkan, Tapi Terkesan Menggampangkan
Kondisi gawat darurat, termasuk masalah kelangkaan oksigen hari-hari ini menurut Aldila sebetulnya telah disampaikan kepada pemerintah sebagai bentuk manajemen resiko. Namun respon yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan.
“Ini sudah mulai tersendat sejak dua pekan lalu. Saya bahkan japri (pesan pribadi) Menkes. Yang terjadi waktu itu kekurangan oksigen di daerah Kudus, Pati. Tapi responnya begini, menganggap enteng begitu. Stok nasional aman kok, hanya Pati Kudus saja yang kurang akhirnya beliau kontak Pak Ganjar (Gubernur), Pak Ganjar ini kondisi Pati Kudus yang kurang mohon diselesaikan begitu,” ungkapnya.
“Saya bilang kalau keterbatasan oksigen terjadi di satu wilayah, di pulau Jawa yang dekat dengan ibukota provinsi, yaitu Semarang ya, keterbatasan ini bisa terjadi di manapun lho Pak. Supaya kondisi ini beliau melihat sebagai kondisi yang penting begitu. Akhirnya sekarang terbukti pak,” terangnya.
Di Tengah Keterbatasan, Rumah Sakit Harus Tetap All Out Apapun yang telah terjadi, Aldila menyampaikan saat ini semua pihak harus saling bekerjasama dan tidak saling menyalahkan. Meskipun, biaya operasional perawatan pasien Covid di rumah sakit Muhammadiyah rata-rata menurutnya juga masih banyak yang belum dibayar oleh Pemerintah.
“Ada yang dari Oktober tahun lalu belum dibayar. Kalau rumah sakit saya sampai bulan Maret sudah dibayar tetapi macet sudah agak lama ini. Mayoritas ada yang Oktober, dari Januari belum dibayar jadi kasihan kan rumah sakit, disuruh kerja all out tapi ga dibayar. Kalau ga dibayar-bayar ya bisa kehabisan nafas juga ini,” kritiknya.
Bagi rumah sakit Muhammadiyah, Aldila menyatakan tak pantang mundur untuk tetap bekerja habis-habisan melawan Covid. Melalui rapat para direktur, 86 RS Muhammadiyah menurutnya terus berupaya meningkatkan kapasitas pelayanan.
“Kalau untuk obat-obatan untuk sejauh ini masih aman. Kalau dari sisi komoditas kesehatan, material, yang agak mengkhawatirkan itu memang oksigen,” ungkap Aldila.
Tetapi, Aldila juga tak memungkiri bahwa jika kondisi seperti ini tidak diikuti oleh kebijakan yang konsisten, maka mau tak mau rumah sakit melakukan prinsip triase (penyelamatan pasien berdasarkan tingkat peluang bertahan hidup).
“Berikutnya versi terburuknya bahwa Rumah Sakit Muhammadiyah, Rumah Sakit manapun tidak hanya kita, kalau kondisinya demikian seperti ini terus berlanjut maka kita akan menerapkan apa yang dinamakan triase bencana,” tutupnya