SOLO (Panjimas.com) – Dalam sebuah teks resolusi yang disampaikan oleh Solo Madani Indonesia jaya, selasa (22/6/2021), menyinggung tentang situasi negara saat ini yaitu adanya indikasi upaya mengembalikan Pancasila sebagai ideologi tertutup dengan mengusung Pancasila 1 Juni 1945.
Ustadz Yusuf mengungkapkan bahwa dibentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang membentuk GBHIP (Garis Besar Haluan Ideologi Pancasila), munculnya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), dan RUU BPIP sebagai RUU prioritas tahun 2021.
“Adanya penjaringan pegawai melalui isu radikalisme, agama dan anti nasionalisme, seperti Tes Wawasan Kebangsaan KPK sebagai alat menyeleksi pegawai dan ASN yang tidak dikehendaki, terbitnya SKB 11 Kementerian tentang Penanganan Radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan ASN,” ungkapnya.
Kemudian terbitnya Perpres No.7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme tahun 2020-2024. Hal tersebut dinilai dapat menyulut keterbelahan anak bangsa sebagaimana di masa Orde Lama dan Orde Baru.
Menurut informasi yang dikutip dari situs BPIP, hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni yang ditandai oleh pidato yang dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Pidatonya pertama kali mengemukakan konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia.
Adapun sejarahnya berawal dari kekalahan Jepang pada perang pasifik, mereka kemudian berusaha mendapatkan hati masyarakat dengan menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia dan membentuk sebuah Lembaga yang tugasnya untuk mempersiapkan hal tersebut. Lembaga ini dinamai Dokuritsu Junbi Cosakai. Pada sidang pertamanya di tanggal 29 Mei 1945 yang diadakan di Gedung Chuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila), para anggota membahas mengenai tema dasar negara.
Bung Karno menyebut lima pemikirannya untuk dasar negara:
1. Kebangsaan
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan,
3. Demokrasi
4. Keadilan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pidato Soekarno soal dasar negara itu diterima oleh BPUPKI. Namun perumusan Pancasila belum usai. Tanggal 9 Juni 1945, BPUPKI membentuk Tim Sembilan. Anggotanya adalah Soekarno, Muhammad Hatta, AA Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Wahid Hasyim, dan Muhammad Yamin. Tanggal 22 Juni mereka merumuskan lima pikiran Soekarno tersebut dan mengubah urutannya. Ada beberapa kata yang diganti.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan ini yang dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Namun sila yang pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” mendapat persoalan. Terjadi perdebatan dan isu bahwa perwakilan dari Indonesia Timur akan memisahkan diri dari Indonesia jika sila tersebut diterapkan sebagai dasar Negara.
Karena terjadi debat dan lobi yang berkepanjangan, singkatnya terciptalah kompromi hingga kemudian rumusan Pancasila versi 18 Agustus 1945 itu menjadi seperti yang dikenal saat ini:
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Menurut Ustadz Alfian Tanjung yang merupakan Penasehat dan Pembina Solo Madani Indonesia Jaya, mengatakan bahwa 1 Juni 1945 masih bersifat rumusan awal, bukan merupakan lahirnya Pancasila.
“yang 1 Juni itu masih adonan (rumusan awal), yang sudah matang itu sebetulnya adalah 22 Juni, yang 18 Agustus itu kompromi,” kata Ustadz Alfian.