SOLO (Panjimas.com) – Dalam Buku MER-C yang berjudul “Rumah Sakit Indonesia” yang ditulis oleh almarhum Joserizal Jurnalis selaku Presidium MER-C kala itu menjelaskan latar belakang berdirinya rumah sakit di jalur Gaza tersebut. Almarhum Joserizal menuliskan bahwa di tengah nestapa rakyat Gaza yang menghadapi agresor Israel akhir 2008, kemudian timbul kepedulian rakyat Indonesia untuk menolong saudaranya yang jauh disana. MER-C sendiri berhasil mengirimkan tim medis masuk sehingga informasi yang diperoleh dikatakan sangat valid dan update.
“Menggabungkan besarnya amanah dana yang dititipkan rakyat Indonesia kepada MER-C untuk Gaza dan fakta di lapangan, maka wujud sumbangan mengerucut menjadi pembangunan rumah sakit,” tulisnya pada Maret 2013.
Dalam sebuah data yang diperolah MER-C dari Kementrian Kesehatan Palestina di Gaza, akibat agresi Israel selama 22 hari, jumlah syahid tercatat 1.366 orang terdiri dari 437 anak-anak, 110 wanita dan 123 lansia. Sementara jumlah cedera tercatat 5.650 orang.
Jumlah korban saat itu meningkat tajam, sedangkan ketersediaan pelayanan kesehatan tidak cukup menampung para korban yang terus berdatangan. Persediaan obat-obatan dan alat kesehatan menipis. Oleh sebab itulah berdirinya rumah sakit indonesia yang digagas MER-C cukup penting dalam melayani kasus-kasus trauma dan memberikan layanan rehabilitasi medik bagi korban trauma.
MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) adalah organisasi sosial kemanusiaan yang bergerak dalam bidang kegawatdaruratan medis dan mempunyai sifat amanah, profesional, netral, mandiri, sukarela, dan mobilitas tinggi. MER-C berasaskan Islam dan berpegang pada prinsip rahmatan lil’aalamiin.
Tujuan dibentuknya MER-C yaitu memberikan pelayanan medis untuk korban perang, kekerasan akibat konflik, kerusuhan, kejadian luar biasa, dan bencana alam di dalam maupun luar negeri. Organisasi ini dibentuk oleh sekumpulan mahasiswa Universitas Indonesia yang berinisiatif melakukan tindakan medis untuk membantu korban konflik di Maluku, Indonesia Timur pada Agustus 1999.
Sebagai organisasi yang berpegang pada prinsp rahmatan lil ‘aalamiin, MER-C memberi rahmat dalam hal pertolongan kepada semua makhluk baik personal maupun kelompok tanpa melihat latar belakang, agama, madzhab, harakah, kebangsaan, etnis, golongan, politik, penjahat/bukan, pemberontak/bukan, melainkan atas dasar urgency, yaitu “to help the most vulnerable people and the most neglected people”.
Atas dasar itulah MER-C menjalankan misi kemanusiaannya ke Afghanistan, Irak, Palestina, Libanon Selatan, Khasmir, Sudan, Filipina Selatan, Thailand Selatan dan lain-lain. Begitu juga ketika mengawal kesehatan Ust. Abu Bakar Ba’asyir, Habib Rizieq Shihab, Komjen Pol. Susno Duaji dan sejumlah tokoh lainnya.
Terkait kondisi rumah sakit Indonesia yang terletak di Bayt Lahiya, Gaza, Palestina saat ini. Ketua presidium MER-C saat ini dr.Sarbini menjelaskan bahwa rumah sakit yang berdiri diatas tanah tanah seluas 16.261 m2 yang merupakan wakaf dari Pemerintah Palestina tersebut mengalami kekurangan stok obat-batan. Hal itu diungkapkan dr. Sarbini saat berkunjung ke Kantor DSKS bersama tim MER-C lainnya.
“Kondisi sekarang dokter semakin kelelahan karena korban begitu banyak, yang kedua obat-obatan semakin menipis, instrumen medis semakin menipis,” tuturnya.
Dokter yang dijuluki sebagai dokter spesialis perang karena pengalamannya terjun ke berbagai negara konflik di Timur Tengah tersebut mengatakan bahwa kehadiran dokter-dokter dari luar saat ini sangat dibutuhkan.
“Kehadiran dokter-dokter dari luar sangat dibutuhkan sekali sampai membawa obat-obatan dan alat instrumen-instrumen bedah, stok obat-obatan, mungkin makanan yang lain, sehingga bantuan-bantuan ini bisa membantu dan meringankan penderitaan yang panjang saudara kita di Gaza terutama,” pungkasnya.
Rumah sakit Indonesia secara resmi dibuka dan beroperasi pada Ahad, 27 Desember 2015 oleh Kementrian Kesehatan Palestina di Gaza. Pembukaan RS Indonesia mendapat sambutan yang antusias oleh warga Gaza. Sehari sebelumnya, RS tersebut sudah menerima antrian pasien rawat jalan. Sejak saat itu jumlah pasien rawat jalan yang berobat ke RS tersebut semakin bertambah. Tercatat mulai Sabtu-Ahad (26-27 Desember 2015) mencapai 312 orang. Sebagai bukti keberadaan rumah sakit Indonesia sangat dibutuhkan oleh warga Palestina.