GAZA, Panjimas – Media luar negeri “The National mengungkapkan Intensitas kekerasan penjajah zionis telah mengejutkan banyak pengamat. Sedangkan para penduduk di Gaza khawatir akan ada peristiwa terburuk di beberapa waktu kedepan ini. Karena pesawat-pesawat tempur ‘Israel’ telah menjatuhkan sebanyak 100 bom di Gaza dalam waktu 24 jam terakhir antara hari Sabtu (15/5) dan Ahad (16/5) kemarin.
Akan tetapi, orang-orang yang selamat dari serangan udara juga menghadapi tantangan lain karena pengeboman menghancurkan beberapa fasilitas penting sehingga membuat keluarga-keluarga di Gaza berisiko terkena berbagai penyakit di tengah situasi pemadaman listrik dan kekurangan air bersih.
Kementerian Kesehatan Pelestina pada Ahad (16/5) kemarin saja menyatakan setidaknya 197 warga Palestina tewas termasuk 58 anak-anak dan 34 wanita, dengan jumlah korban luka-luka 1.235 orang.
“Semuanya ditargetkan, tidak ada yang aman,” kata Niema Bilal (41), kepada The National. “Situasinya sangat sulit.”
Listrik padam, kekurangan air dan makanan.
Bilal sendiri tinggal di sebuah flat di Kota Gaza, yang sekarang dia bagi dengan sekitar 20 kerabatnya yang mengungsi dari rumah mereka. Hampir 40.000 penduduk Gaza saat ini telah mengungsi di beberapa tempat.
“Kami sangat bingung dan tidak tahu harus berbuat apa,” kata Bilal.
Keluarganya sekarang hidup dengan ketakutan yang tak henti-hentinya dan dalam kondisi yang menyedihkan, serta gelap karena listrik dan fasilitas layanan air di Gaza dihancurkan dalam pengeboman itu.
Pasokan air kota di kota Gaza bergantung pada pompa listrik, sementara saluran air juga telah hancur karena jalan-jalan telah dirusak oleh pengeboman.
“Karena listrik sudah lama padam, saya kekurangan air,” kata Bilal.
“Bisakah Anda bayangkan 20 orang perlu ke kamar mandi, ingin mencuci tangan mereka, tetapi tidak ada cukup air untuk itu,” ujarnya.
Kerusakan jaringan limbah telah menyebabkan air limbah mengalir ke jalan-jalan di Kota Gaza dan tempat lainnya, ungkap kantor PBB untuk urusan kemanusiaan (OCHA) pada hari Ahad (16/5/2021).
Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza terpaksa berhenti beroperasi dengan produksi penuh karena kekurangan bahan bakar.
Warga Gaza saat ini menerima antara enam hingga delapan jam listrik setiap hari, menurut OCHA. Penjajah Zionis Israel menutup penyeberangan untuk orang dan barang dengan Gaza pada hari Senin.
Yang menambah kekhawatiran dari Bilal adalah apakah ia akan mampu menyediakan tempat berlindung bagi banyak orang di rumahnya. “Saya dibayar setiap hari, jadi jika saya tidak bekerja, saya tidak akan punya sumber uang,” katanya.
“Saya telah tinggal di rumah sejak awal eskalasi. Saya tidak punya uang dan saya harus mengurus 20 orang, tetapi saya tidak bisa.” Sampai dengan saat ini, tidak ada tempat yang aman di Gaza dan tidak ada tanda-tanda kekerasan penjajah zionis Israel akan mereda dalam waktu dekat.
Kemarin pada Ahad (16/5) pagi, pesawat tempur ‘Israel’ melancarkan beberapa serangan paling intens dari operasi militernya, yang menghancurkan bangunan di Jalan Al-Wahdah di Kota Gaza.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, salah satu serangan udara itu menewaskan sedikitnya 42 orang, termasuk 10 anak-anak dan 16 wanita. Dikhawatirkan jumlah korban bisa meningkat karena tim penyelamat masih mencari korban selamat di bawah reruntuhan.
“Saya pikir saya tinggal di lingkungan teraman di Gaza, karena dalam perang terakhir orang mengungsi dari rumah mereka dan datang untuk tinggal di lingkungan kami,” kata Taghreed Yaghi (35), ibu dari tiga anak.
“Sekarang daerah saya atau daerah lain di Gaza tidak lagi aman. Anak-anak saya merasa sangat marah karena mereka melewatkan Idul Fitri.” ujarnya.
Yaghi, yang tinggal di lingkungan Al-Remal, mengatakan dia menghadapi kesulitan keuangan dan kekurangan makanan.
“Saya sulit membeli makanan dan bahan makanan karena pasar terdekat tutup dan tidak aman mengemudikan mobil untuk pergi ke pasar lain,” katanya kepada The National.
Ia juga menuturkan, “Saya takut pada malam hari. Sebab Pengeboman bertubi-tubi dimulai pada malam hari dan kami hidup dengan melewati saat-saat yang mengerikan dan menakutkan dalam kehidupan kami,” tandasnya.
Hujan bom di malam hari
Tassneen Abu Ghaban (24), tinggal di Jabalia, utara Jalur Gaza, mencoba mengalihkan perhatian keponakan-keponakannya dari suara bom yang menakutkan.
“Keponakan saya datang untuk tinggal bersama kami,” kata Abu Ghaban. “Mereka merasa sangat takut karena suara bom.
“Saya berusaha menghibur mereka dengan memutarkan film, tetapi tidak ada listrik untuk menonton TV.
“Ketika listrik padam, saya merasa terputus dari segalanya, karena saya tidak memiliki akses ke internet, untuk melihat berita.”
Lembaga-lembaga Kemanusiaan Dunia pun telah mendesak selama beberapa hari-hari agar perbatasan dibuka sebentar untuk memungkinkan pasokan penting memasuki Gaza, tetapi tidak berhasil.
“Ada banyak kekhawatiran bahwa jika tidak ada pasokan bahan bakar, pembangkit listrik pusat akan berhenti berfungsi dalam beberapa hari,” ujar Matthias Schmale, direktur badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza. Schmale juga menyatakan, sekitar 48 sekolah UNRWA menjadi tempat mengungsi para muhajirin.
Komite Palang Merah Internasional mengatakan pada hari Ahad 17/5) bahwa kekerasan harus segera diakhiri. Pada hari yang sama, ‘Israel’ menjatuhkan sedikitnya 90 bom di Gaza dalam kurun waktu 24 jam.
(The National)