JAKARTA, Panjimas – Polemik seputar pertanyaan yang diajukan dalam tes seleksi penerimaan karyawan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang salah satu bahan pertanyaannya adalah soal Qunut dalam sholat akhirnya banyak pihak yang mengeluarkan pernyataannya.
Salah satunya pernyataan berkaitan itu datang dari Majelis Ulama Indonesia. Melalui Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas dalam keterangan tertulis kepada Panjimas mempertanyakan urgensi dan hubungannya soal Qunut dengan tes seleksi penerimaan karyawan di lembaga negara anti rusuah itu.
“Saya tidak tahu betul bentuk pertanyaannya tentang Qunut itu seperti apa. Apakah pertanyaannya berupa : apakah anda qunut atau tidak ? Lalu kalau yang ditanya menjawab dia qunut atau tidak qunut pertanyaan saya jawaban mana yang dianggap benar oleh KPK apakah yang membaca qunut atau tidak ?,” ujar Anwar Abbas heran.
Masih menurutnya, begitu KPK membenarkan salah satunya dan menyalahkan yang lain maka KPK menurut Anwar Abbas sudah tidak mencerminkan dirinya sebagai lembaga negara dan telah melanggar pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
“Di dalam Islam ketika sholat subuh ada pandangan yang mengharuskan seseorang membaca qunut tapi juga ada pihak lain yang menyatakan tidak harus. Lalu bagaimana kita melihat masalah ini ?. Oleh mui masalah qunut ini dilihat sebagai masalah furu’iyah (cabang) bukan masuk kedalam masalah yang bersifat ushuliyyah (pokok),” katanya.
Dalam hal yang terkait dengan masalah-masalah furuiyah ini kemungkinan perbedaannya sangat tinggi. Oleh karena itu MUI menyarankan dalam hal yang terkait dengan adanya perbedaan dalam masalah furu’iyah kita harus bertoleransi.
“Untuk itu lembaga negara dalam hal ini KPK harus menghormatinya. Tapi kalau perbedaan itu terdapat dalam masalah Ushuliyah maka itu bukan perbedaan tapi itu adalah penyimpangan misalnya mereka menyatakan bahwa sholat subuh itu tidak wajib dan tidak perlu . Pandangan yang seperti ini sdh jelas sesat dan tidak boleh ditoleransi,” tegasnya.
Oleh karena itu KPK dalam testnya, menurut MUI jangan membuat soal-soal yang masalahnya masuk ke dalam ranah yang memang dimungkinkan berbeda ( majalul ikhtilaf).
“Karena membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain dalam hal tersebut berarti KPK telah tidak lagi menghormati konstitusi dan pandangannya jelas tidak sesuai dengan sikap dan pandangan MUI tapi bisa sejalan dengan pandangan kelompok tertentu dan bertentangan dengan kelompok tertentu lainnya,” ujar Anwar Abbas pada (6/5/2021)
Dan kalau sudah seperti itu yang terjadi maka KPK akan terseret menjadi lembaga negara yang memecah belah umat dan itu bertentangan dengan tugas dan misinya.
“Untuk itu saya meminta soal tersebut dianulir atau jawaban semua peserta yang di test untuk nomor tersebut dinyatakan benar semua,” pungkasnya