JAKARTA (Panjimas.com) – Politik adu domba melalui polarisasi “Islam Nusantara” versus “Islam Arab” semakin masif. Islam Arab dipersepsikan sebagai “penakluk” bahkan disebut “penjajah”. Demikian disampaikan Direktur Habib Rizieq Shihab Center (HRS Center) Dr. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H dalam keterangan yang diterima Panjimas.com, Jum’at (30/4/2021).
Dr. Abdul Chair mengatakan bahwa propaganda tersebut memiliki makna simbolik dan terkait dengan kepentingan politik. Menurutnya pernyataan tersebut bukan hanya bentuk kesesatan berpikir, namun terdapat maksud terselubung.
“Patut dicatat keturunan Hadromi (Habaib) di Indonesia berasal dari bangsa Arab. Jika dideduksikan, maka IB HRS termasuk ke dalam pengertian Islam Arab (penjajah). Oleh karena itu pemikiran dan perjuangan IB HRS harus ditolak dan bahkan dilarang sebab membahayakan eksistensi Pancasila. Pada akhirnya berbagai pemikiran dan perjuangannya tentang Islam politik harus ditolak dan bahkan dilarang,” katanya.
Sebagai tokoh yang aktif menyuarakan keadilan Habib Rizieq, Dr. Abdul Chair memberikan contoh yang terjadi pada Habib Rizieq Yang telah mengalami pengasingan politik ketika di Saudi Arabia yang disebut melalui rekayasa status cekal yang tersetruktur dan sistematis oleh tangan tak terlihat. Disebutkan bahwa pada saat ini HRS dihadapkan dengan sejumlah rekayasa proses hukum Protokol Kesehatan.
Menurutnya tidak hanya IB HRS, namun juga terhadap organisasi dan pengikutnya. Mereka dilabeli dengan stigma negatif seperti cap anti Pancasila, sebab memperjuangkan nilai-nilai universal syariat Islam. Padahal yang diperjuangkan tersebut merupakan perintah ajaran Islam yang dilakukan secara legal-konstitusional. Terlebih, propaganda yang dinilai dilakukan secara sistemik dan terstuktur yang mengidentikkan FPI dan elitenya dengan aksi teroris dan ISIS.
“Kesemuanya itu merupakan hasil kerja politis pengusung liberalis-komunis untuk kepentingan oligarki politik-ekonomi. Kedua kekuatan tersebut terhubung dengan polarisasi yang membelah Islam. Target utamanya adalah ingin menjadikan ajaran (nash) Islam khususnya di bidang politik, hukum dan ekonomi hanya sebatas referensi yang tidak mendominasi,” ujarnya.
Faktanya, Meskipun Islam sumber solusi lengkap terhadap segala aspek problematika masyarakat berbangsa dan bernegara, namun secara praktiknya di Indonesia, Islam bukan sebagai sumber referensi yang satu-satunya dan bukan pula yang utama. Keberlakuannya tidak lagi dapat mendominasi oleh karena hanya sebatas inspirasi.