SRAGEN (Panjimas.com) – Banyak masjid yang terinspirasi dengan kemakmuran masjid Jogokariyan. Meski telah melakukan study banding ke masjid yang berada di Yogyakarta tersebut, namun praktiknya belum banyak dijalankan oleh para takmir dalam mengelola masjid.
Masjid yang notabene memang berfungsi sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, masih saja mempertahankan aturan yang kurang luwes di masyarakat. Program-programnya itu-itu saja, tak ada inovasi yang membuat masyarakat tertarik untuk datang ke masjid.
Sejak masjid raya Al Falah dikelola oleh Kusnadi Ikhwani pada 2016, disebutkan dalam bukunya “Strategi Memakmurkan Masjid”, sebelumnya dikelola oleh orang-orang tua dan tidak maju. Berkat kegigihannya, kini masjid disulap menjadi masjid yang ramah segalanya, yaitu masjid ramah orang tua, ramah anak-anak dan ramah bagi para musafir yang singgah di masjid tersebut. Kusnadi menyebutnya dengan masjid Romantis.
Masjid Ramah Orang Tua
Masjid yang tidak mengenal kategori usia, harus mampu merangkul masyarakat dan jama’ah berbagai kalangan mulai dari anak-anak sampai orang tua. Kusnadi menerangkan bahwa untuk merangkul orang tua, setiap shubuh menyediakan menu serba godok atau rebusan. Samabil menyeruput teh jahe yang dihidangkan, sekaligus untuk bernostalgia mengenang masa lalu.
“Kita siapin kesenangan orang tua yang giginya tinggal beberapa gitu mengenang masa lalu, yaitu disiapkan telo godok, pisang godok, kacang godok, yang serba godok-godok gitu, ada kolak, itu kan mengenang masa lalu. Oo kalau pingin mengenang nostalgia masa lalu, ikut shubuhan di masjid raya Al Falah ada telo godok, pisang godok, kacang godok. Ini ramah orang tua,” tutur Kusnadi kepada Panjimas.com, Jum’at (16/4/2021).
Masjid Ramah Remaja
Jika untuk merangkul kalangan orang tua, masjid menyediakan makanan yang serba godok atau rebusan, sedangkan untuk merangkul kalangan pemuda atau remaja, masjid menyediakan layanan internet gratis dan makan gratis daripada langsung mengajaknya mengikuti pengajian atau sholat 5 waktu di masjid.
“Kita siapin kuota wifi gratis, sehingga anak-anak seneng nongkrong disini karena ada paket data. Nah anak-anak juga seneng bahwa semboyannya guru saya yaitu “cah enom ki doyan sego ora doyan swara (anak muda itu doyan nasi atau makan, tidak doyan suara atau ceramah.red), maka disini disebut masjid makan makan makan. Ketika disiapin makan, maka anak muda itu mudah merapat ke masjid,” kata Kusnadi.
Masjid Ramah Anak-Anak
Masjid raya Al Falah telah merangkul kalangan orang tua dan pemuda sebagaimana telah disebutkan diatas, namun masih ada lagi target dakwah dalam program masjid ramah segalanya yaitu masjid ramah anak-anak. Jika sebelumnya masjid raya Al Falah menerapkan larangan anak-anak berlarian di dalam masjid, namun sejak dikelola oleh Kusnadi, tulisan-tulisan larangan tersebut dilepas kemudian membebaskan para anak-anak untuk bermain sesukanya di area masjid.
“Di sini ada tempat main juga, ayunan, prosotan. Bahkan kasur yang tempat untuk tidur itu sekarang bisa untuk mainan, bisa lonjak-lonjak gitu ya. Nanti cepat rusak ndak papa nanti beli lagi gitu. Daripada anak-anak dimarahin gitu ya, lari-lari boleh, gak masalah,” tuturnya.
Kusnadi menyampaikan bahwa justru dengan menangis dan larinya anak-anak di dalam masjid tersebut, melatih anak untuk di masjid. Dengan tidak menghardiknya sehingga akan membekas jika di masjid dimarahi, diusir dan mengganggu kekhusukan.
“Justru orangtua yang marah itu mengganggu kekhusukan, lha ini harus dirubah semuanya,” katanya.
Saat Panjimas.com datang ke Al Falah pada Jum’at sore, (16/4/2021), ketika menjelang berbuka. Anak-anak yang merupakan santri TPQ yang berjumlah sekitar 70-an anak, usai belajar mereka bermain ayunan dan prosotan di TK yang berada di sebelah masjid, sebagian lagi berlarian di masjid dan bermain lompat-lompatan bak trampolin di atas kasur springbed, tempat tidur yang disediakan oleh takmir untuk para musafir. Tidak ada takmir yang menegur, justru dibiarkan. Hanya para guru dan orang tua mengawasi agar menghindari hal-hal yang membahayakan.