JEDDAH (Panjimas.com) – Buruh migran bukan saja pahlawan devisa, tapi dia juga pejuang kesejahteraan keluarga. Demi niat mulia, dia berpetualang tinggalkan keluarga, terbang jauh ke negeri orang. Rasa pedih karena perpisahan rela ia tahan, meski jiwa serasa terbelah. Buah hati belahan jiwa ia tinggalkan, bahkan ketika masih di usia balita.
Orang juga bilang buruh migran adalah pendekar ekonomi keluarga. Dalam jiwanya terbisik “sumpah mulia,” akan kembali dari perantauan ke tengah keluarga membawa kabar bahagia. Ia sadar terpaksa merelakan buah hati tersayang lepas dari pangkuan, walau dengan hati yang teriris dan perasaan bersalah. Kelak, rasa bersalah itu akan ia tebus dengan kebahagiaan. Janji dalam diri: “Tirakatku hanya untuk Engkau. Aku berpisah untuk kembali. Yakinlah, hidup kita akan indah pada waktunya.”
Namun, kenyataan hidup itu bukanlah hayalan. Perjalanan hidup kadang tak seindah yang dibayangkan. Impian boleh terukir indah, meski kenyataan kadang tak sesuai asa.
Entah karena telalu bersemangat memburu rezeki di negeri orang, atau lantaran rasa nyaman dan betah yang kelewatan hidup bersama keluarga majikan, seorang buruh migran kadang lupa kapan pulang. Celengan hasil jerih payah bertahun-tahun rasanya tak pernah penuh.
Seiring perjalanan waktu, rasa rindu keluarga dan kampung halaman perlahan terkikis. Rasa betah atau mungkin rasa sayang terhadap keluarga majikan kian menguat, sehingga membuat buruh migran memilih bertahan, tak peduli usia telah menua. Bertarung dalam diri, lebih sayang keluarga majikan atau keluarga sendiri?
Kenyataan di atas dialami seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) berinisial SMA. Dia telah 21 tahun bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di satu keluarga di Thaif, daerah berhawa sejuk yang berjarak sekitar 200 kilometer dari KJRI Jeddah.
Selama bekerja di Arab Saudi, perempuan kelahiran Blora Jawa Tengah ini mengaku tidak pernah pulang ke tanah air. Informasi yang berhasil dihimpun petugas KJRI Jeddah, SMA sangat jarang bertukar kabar dengan keluarga.
Suatu hari di 2015, SMA datang ke KJRI Jeddah untuk melakukan penggantian paspor. Sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di KJRI Jeddah, petugas loket pelayanan akan melakukan wawancara kepada setiap pemohon penggantian paspor, antara lain, apakah hak-haknya telah diterima dari majikan, apakah pernah mendapatkan perlakuan kasar dari majikan, dan pertanyaan lainnya.
SMA kembali datang ke KJRI Jeddah pada Januari 2020 untuk melakukan penggantian paspor. Saat menjalani Berita Acara Pemeriksaan oleh petugas loket, dia mengaku dirinya belum pernah pulang ke tanah air. Tidak hanya itu, sisa gajinya senilai 134 ribu riyal lebih masih ada di majikan.
Petugas akhirnya menahan SMA sampai pihak keluarganya di tanah air bisa dihubungi. KJRI Jeddah menelusuri agen yang memberangkatkan SMA dengan harapan dapat memperoleh alamat lengkap dan nomor kontak keluarga. Bisa jadi, lantaran terlalu lama tinggal di Arab Saudi dan sangat jarang berkomunikasi dengan keluarga, SMA kurang perhatian akan pentingnya nomor kontak keluarga.
Berkat bantuan Polsek dan instansi terkait di daerah, pihak keluarga berhasil dihubungi. SMA diminta petugas agar berbicara langsung dengan keluarga dan mengabari mereka bahwa dirinya baik-baik saja.
Kala itu, KJRI dan pihak keluarga meminta agar SMA segera pulang, tapi dia memohon agar diberikan kesempatan menambah 1 tahun lagi.
“Atas permintaan almarhumah kepada keluarga melalui video call dari KJRI, dia minta untuk nambah waktu satu tahun lagi,” ujar petugas Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah.
Namun, seperti bunyi pepatah, manusia sekedar bisa berencana, tapi takdir Tuhan yang menentukan. Belum sempat bertemu keluarga dan menikmati hasil jerih payahnya, ajal keburu menjemputnya.
Perempuan kelahiran 1968 itu tutup usia, genap setahun sejak kedatangannya ke KJRI. Dia meninggal akibat komplikasi yang menggerogoti raganya, tekanan darah tinggi, kencing manis dan penurunan sirkulasi darah.
Almarhumah dimakamkan Kamis, 18 Maret 2021 di Ma’la, kompleks pemakaman ternama di Mekkah yang berjarak beberapa ratus meter dari Masjidil Haram. Di kompleks pemakaman ini pula, isteri pertama Baginda Rasullulah Muhammad SWT, Khadijah binti Khuwailid al-Asadiyah, dikebumikan.
KJRI Jeddah turut berduka atas kepergian almarhumah. Tugas terakhir KJRI setelah mengantar almarhumah ke pembaringan terakhir, adalah mengurus hak-haknya. Atas izin Allah SWT, tim petugas diberikan kemudahan mengurus hak-hak almarhumah dan telah menyampaikannya kepada ahli waris.
Tak seorang pun dapat memastikan kapan ajalnya tiba. Namun, satu hal yang pasti, bila telah tiba saatnya, ajal itu pasti menjemput setiap makhluk yang bernyawa.
Ambillah cuti setiap 2 tahun dan tengoklah keluarga
Berkaca kepada peristiwa di atas, Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Eko Hartono, dalam setiap kesempatan bertemu warga mengingatkan, agar setiap WNI mengambil hak cuti setiap dua tahun untuk pulang ke tanah air.
“Tak ada yang melarang Anda mencari rezeki di negeri orang, tapi jangan lupa usia dan kampung halaman, terlebih-lebih keluarga,” pesan Konjen Eko Hartono.
Beragam alasan dikemukakan oleh PMI saat ditanya petugas, mengapa tidak pulang hingga waktu yang begitu lama. Sebagian beralasan karena belum menunaikan ibadah haji. Sebagian bilang hutang belum lunas. Sebagian lagi mengaku tidak punya siapa-siapa lagi di kampung halaman. Ada pula yang beralasan punya masalah keluarga. Bahkan yang ironis, dia tak mau pulang karena majikan baik dan menganggapnya layaknya anak sendiri.
“Jangan sampai menua di negeri orang, akhirnya sakit-sakitan,” pungkas Konjen berpesan.