JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam Eksepsi atau Nota Keberatan yang telah dipersiapkan tim advokasi Habib Rizieq yang belum dibacakan, namun sejumlah pengamat memprediksi Eksepsi tersebut tidak jadi dibacakan di ruang sidang. Karena sejatinya Nota Keberatan tersebut akan dibacakan jika sidang sesuai kesanggupan terdakwa Habib Rizieq Shihab yaitu secara offline.
Meski belum atau tidak dibacakan di depan jaksa dan Majelis Hakim dalam persidangan, terdakwa dan tim advokasi menghendaki draft Eksepsi tetap tersuarakan ke masyarakat luas. Dalam draft Eksepsi HRS yang disebarluaskan ke awak media termasuk Panjimas.com pada 19 Maret 2021 dengan judul “MENGETUK PINTU LAGIT, MENOLAK KEZALIMAN – TEGAKKAN KEADILAN”. Pada Bagian pertama atau pendahuluannya, Habib Rizieq Shihab menyebut bahwa konstruksi perkara a quo adalah rangkaian atau bagian dari perbuatan rezim yang zalim, dungu dan pandir. Selain itu terdakwa mengingatkan dengan tegas dengan mengutip hadits Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam untuk mengingkari kemungkaran, termasuk kedzoliman dan ketidakadilan yang dilakukan penguasa atau hakim. Berikut isi lengkap Eksepsi atau Nota Keberatan HRS pada bagian pertama.
Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum Yang terhormat, Hadirin pengunjung sidang yang kami hormati, Pertama-tama, izinkanlah kami selaku hamba Allah Subhanahu wa Ta‟ala untuk mengucap puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, Sang Penggenggam Langit dan Bumi, atas segala limpahan sinar keridho‟an-NYA, yang menggenggam dan memiliki nyawa kita, sehingga dan oleh karenanya baik klien kami maupun kami selaku Penasehat hukumnya masih mendapatkan kesehatan dan kekuatan serta kemampuan untuk hadir di tempat ini.
Kami juga menghaturkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang mulia, atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengajukan sekaligus membacakan EKSEPSI atau NOTA KEBERATAN ini, sebagai tanggapan terhadap surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan.
Dengan diawali kalimat basmallah pada halaman judul dan berharap ridho hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta”ala, maka Eksepsi atau Nota Keberatan ini kami beri judul “MENGETUK PINTU LAGIT, MENOLAK KEZALIMAN – TEGAKKAN KEADILAN”
Mengapa demikian ?, karena jelas dan terang benderang, konstruksi perkara a quo adalah rangkaian atau bagian dari perbuatan rezim yang zalim, dungu dan pandir, yang telah menyalahgunakan sumber daya Negara, menyalahgunakan institusi Negara, menyalahgunakan hukum, hanya untuk kepentingan segelintir elit, hanya untuk mempertahankan struktur ekonomi, sosial dan politik yang timpang, yang tidak adil, yang bersifat predator terhadap rakyat sendiri, yang hanya berpihak kepada sekelompok manusia rakus dan hubuddunya.
Dalam kesempatan ini, kami hanya ingin mengingatkan semua yang ada dalam ruangan ini, bahwa kami hanya berharap pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta‟ala, kami mengetuk pintu langit, karena kami yakin, hanya Allah yang menepati janjiNya, sedangkan berharap pada mahluk hanya akan berujung pada kekecewaan, apalagi berharap pertolongan dari kelompok orang orang zalim dungu dan pandir.
Kami mengingatkan kepada semua yang ada di dalam ruangan ini, maupun umat Islam Indonesia, bahwa apabila kezaliman dan kemungkaran sudah merajalela, keadilan diabaikan, maka tinggal tunggu kehancuran sebuah bangsa.
Bencilah terhadap kemungkaran seperti kezaliman atau ketidakadilan.
Rasulullah membolehkan umat Islam untuk mengingkari kebijakan penguasa negeri (umara) yang menurut pendapat para fuqaha (ahli fiqih) bertentangan dengan Al Qur‟an dan Hadits.
Dari Ummu Salamah radliallahu „anha berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam, “akan terjadi sesudahku para penguasa yang kalian mengenalinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang mengingkarinya maka sungguh ia telah berlepas diri. Akan tetapi siapa saja yang ridha dan terus mengikutinya (dialah yang berdosa).” Maka para sahabat berkata : “Apakah tidak kita perangi saja mereka dengan pedang?” Beliau menjawab : “Jangan, selama mereka menegakkan shalat bersama kalian.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya).
Al Imam Al Hafizh An Nawawi mengatakan, “Di dalam hadits ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa orang yang tidak mampu melenyapkan kemungkaran tidak berdosa semata-mata karena dia tinggal diam, akan tetapi yang berdosa adalah apabila dia meridhai kemungkaran itu atau tidak membencinya dengan hatinya, atau dia justru mengikuti kemungkarannya.” (Syarh Muslim [6/485]).
Oleh karenanya sebaiknya kita membenci atau minimal sedih dan prihatin terhadap kemungkaran seperti kezaliman atau ketidakadilan penguasa negeri (umaro). Bukankah penguasa negeri ini juga pernah mengajak untuk membenci produk asing?. Sayang sekali saudara sekalian, kebencian itu diarahkan hanya kepada produk asing. Kita berdo‟a agar kebencian itu tidak diarahkan kepada pihak yang mengkritisi dan mengingatkan berbagai ketidakadilan. Sebab bila kebencian tersebut bukan diarahkan kepada kemungkaran daan kezaliman serta ketidakadilan, maka justru orang yang mengingatkan untuk berlaku adil, menghentikan kezaliman dan menghentikan kemungkaran yang justru akan dihukumi dan dihakimi, sebagaimana perkara a quo.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim).
Selain itu negeri kita akan diazab Allah jika membiarkan kemungkaran seperti kezaliman atau ketidakadilan.
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum karena perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus. (HR Ahmad).
Jadi membiarkan kemungkaran seperti kezaliman atau ketidakadilan akan mengakibatkan kerusakan atau azab. Kerusakan atau azab yang terjadi tidak hanya menimpa pelakunya, namun juga orang lain yang tidak terlibat langsung.
Realitas ini digambarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan sabdanya:
Perumpamaan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum Allah dan orang-orang yang melanggarnya bagaikan suatu kaum yang berbagi-bagi tempat di sebuah kapal, sebagian dari mereka ada yang mendapatkan bagian atas kapal, dan sebagian lainnya mendapatkan bagian bawahnya. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal, jika hendak mengambil air, melewati orang-orang yang berada di atas mereka. Mereka berkata, “Seandainya kita melubangi bagian kita dari kapal ini, niscaya kita tidak akan mengganggu orang-orang yang berada di atas kita.” Apabila mereka semua membiarkan orang-orang tersebut melaksanakan keinginannya, niscaya mereka semua akan binasa; jika mereka mencegah orang-orang tersebut, niscaya mereka selamat dan menyelamatkan semuanya. (HR al-Bukhari).