JAKARTA (Panjimas.com) – Ditetapkannya enam Laskar FPI Korban penembakan tragedi KM-50 Tol Cikampek 7 Desember 2020 dikomentari oleh Tim Advokasi Kuasa keluarga korban Hariadi Nasution. Ia memberikan pernyataan secara singkat dengan mengutip pasal 77 KUHP.
“Pasal 77 KUHP. Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia” terangnya secara tertulis kepada Panjimas.com, Kamis (4/3/2021).
Sebelumnya dilansir viva.co.id, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi mnyatakan bahwa penyidik telah menetapkan enam orang korban penembakan sebagai tersangka yang melanggar pasal 170 KUHP tentang tindak pidana pengeroyokan terhadap anggota kepolisian. Kemudian berkas dikonsultasikan gelar perkara dengan Kejaksaan Agung.
“Sudah ditetapkan tersangka. Kan itu harus diuji makanya kita ada kirim ke jaksa biar diteliti, biar nanti apa hasil teman-teman jaksa yang tergabung dalam tim,” jelas dia.
Pihaknya akan melanjutkan pengusutan kasus tersebut selama proses penyidikan. Namun, kasus tersebut bisa dihentikan apabila jaksa berpendapat lain. Sebab, enam orang tersangka telah meninggal saat insiden KM50 Tol Jakarta-Cikampek pada Senin, 7 Desember 2020.
“Untuk kasus penyerangan terhadap anggota Polri oleh laskar FPI, berkas perkara segera dilimpahkan ke JPU untuk dilakukan penelitian. (Penghentian kasus) itu kan bisa di penyidikan, bisa di penuntutan,” katanya.
Atas pernyataan tersebut, Hariadi Nasution menilai bahwa aparat telah menempatkan dirinya diatas UU sehingga terkesan tidak menerapkan aturan UU yang berlaku sebagaimana tercantum pada pasal 77 KUP yang disebutkan diatas.
“Artinya pernyataan polisi tersebut menempatkan dirinya diatas UU atau lebih tinggi dari UU atau tidak diatur UU alias kekuasaan polisi tidak mengikuti aturan UU,” pungkasnya.