JAKARTA (Panjimas.com) – Pernyataan Presiden RI Joko Widodo masih menjadi perbincangan publik terutama di kalangan intelektual. Sebelumnya Presiden Jokowi dalam sebuah tayangan video yang beredar, terdapat sebuah kalimat yang disisipkannya yaitu tentang aktifitas mengkritik jalannya pemerintahan yang dipimpinnya.
“Semua pihak harus menjadi bagian dari proses untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan ataupun potensi mal administrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan,” kata Presiden RI Joko Widodo.
Namun pengamat politik, Rocky Gerung dalam video di kanal pribadinya pada Rabu (10/2/2021) mengkomparasikan pernyataan Jokowi tersebut dengan mengutip pernyataan Ketua Partai Komunis Tiongkok, Mao Zedong tahun 1956 yang kontroversial pada saat itu. “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing”.
“Lalu orang merasa wah, Mao Zedong sedang memproduksi, mengaktifkan demokrasi itu, ternyata yang dimaksud Mao Zedong adalah silahkan semua orang berfikir berbeda karena itu dia perlukan untuk pemetaan politik, setelah itu pangkas semua kembang itu, itu ujung dari kekerasan politik di China, jutaan orang yang ditangkap, ratusan ribu orang yang dimusnahkan karena berbeda politik dengan Mao Zedong, padahal Mao Zedong yang bilang silahkan seribu kembang bertumbuh,” kata Rocky Gerung.
Akibat kebijakan Mao Zedong tersebut, justru 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya dan disuruh bekerja paksa di daerah pedesaan. Sebagaimana dilansir situs id.wikipedia.org.
Pada video tersebut adalah pembahasan terkait Novel Baswedan yang dilaporkan oleh DPP Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) atas dugaan ujaran provokasi dan hoaks di media sosial.
Dalam laporan tersebut, DPP PPMK menyebut Novel diduga melanggar Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 dan juga UU ITE Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008.
“Ini adalah pemetaan politik, kalau yang kritik Novel Baswedan itu artinya potensi mengganggu maka dilaporkan, jadi buat apa minta kembang bertumbuh tapi didepannya udah ada gunting untuk memangkas kembang yang sedang bermekar itu,” kata Rocky.
Dugaan keselarasan antara pernyataan Jokowi dan Mao Zedong akan terbukti jika para intelektual termasuk dalam kasus Novel Baswedan diproses hukum akan benar-benar terjadi.
“Karena itu saya selalu mencurigai bahwa ucapan Presiden Jokowi adalah umpan untuk memetakan sisa-sisa oposisi itu, nah ini yang mau dipangkas,” katanya.