JAKARTA (Panjimas.com) – Meninggalnya Ustadz Maaher At Thuwailibi dalam Rutan Bareskrim Mabes Polri menyisakan sejumlah pertanyaan besar yang harus terkuak. Peristiwa miris tersebut mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum Street Lawyer.
Aktivis yang acap kontra opini dengan buzzer rezim, Ustadz Maaher meninggal dalam kondisi menderita sakit kronis pada Senin (8/2/2021) kemarin. Juanda Eltari, S.H selaku anggota Tim LBH Street Lawyer dalam keterangan rilis yang diterima Panjimas.com, Selasa (9/2/2021), mengungkapkan bahwa yang bersangkutan sudah juga mengajukan penangguhan penahanan atas alasan kesehatan namun tidak digubris, kemudian memohon untuk dibantarkan, disetujui untuk dibawa ke RS Polri Kramat Jati, akan tetapi tidak mendapat penanganan sampai tuntas, lantas dipulangkan kembali ke rutan Mabes Polri yang posisinya berada di bawah tanah dan tidak mendapat akses terhadap matahari.
Menurutnya berita wafatnya Maher At thuwailibi alias Soni Eranata dalam rutan Bareskrim Mabes Polri menjadi catatan terkait persoalan pemenuhan Hak Asasi Manusia para tersangka dan atau terdakwa dalam proses peradilan pidana Indonesia.
“Bahwa hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang pantas dan tuntas adalah bagian dari pemenuhan hak konstitusional untuk mempertahankan hidup seseorang yang pemenuhannya merupakan tanggung jawab penyelenggara negara, termasuk namun tak terbatas ialah Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan,” tuturnya.
Sementara itu, dilansir metro.tempo.co, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono menyatakan bahwa Maaher sendiri yang tidak mau dirawat di Rumah Sakit Polri sampai akhirnya tutup usia pada 8 Februari 2021. Argo berujar, Maaher mengeluh sakit usai penyidik Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Petugas rutan dan tim dokter menyarankan agar dibawa ke RS Polri, tapi yang bersangkutan tidak mau sampai akhirnya meninggal,” ujar Argo melalui keterangan tertulis pada Selasa, 9 Februari 2021.
Namun demikian, Juanda Eltari tetap meminta dilakukan pengusutan oleh Komnas HAM dalam aspek potensi pelanggaran HAM, oleh Ombudsman dalam aspek potensi Maladministrasi dan Propam Polri dari aspek pelanggaran hukum, agar tidak terulang kembali kejadian serupa.