SOLO (Panjimas.com) – Sejumlah keganjilan ditunjukkan dalam berjalannya proses hukum kasus insiden rumah Syi’ah (Assegaf) di Mertodranan, Pasar Kliwon, Sabtu (8/8/2020). Hal itu terkuak oleh pengakuan para terdakwa dalam pembacaan nota pledoi di Rutan Surakarta secara virtual pada Rabu (27/1/2021) lalu.
Sebagaimana berita yang dimuat sebelumnya. https://www.panjimas.com/news/2020/09/17/rekonstruksi-kasus-metrodanan-8-tersangka-tidak-melakukan-yang-dituduhkan/
Terdakwa Agus Nugroho mengungkapkan peristiwa yang terjadi di TKP. Pada saat kejadian Ia berada di depan gang arah masuk rumah Assegaf di mana di saat itu ia dituduh melempar batu ke arah mobil, padahal pelemparan batu berada 200 meter di utara lokasi rumah yang digunakan acara tersebut.
“sangat tidak mungkin sekali saya melempar batu karena jaraknya yang sangat jauh dari lokasi kejadian,” ungkapnya.
“Di sini saya menekankan bahwa saya tidak pernah melempar batu atau apapun kepada Syiah ataupun ke pihak polisi tetapi yang benar adalah saya menyingkirkan batu yang berserakan di jalan dan itu saya lakukan setelah saya berusaha izin masuk ke rumah tersebut untuk memastikan apakah itu acara Syiah atau midodareni, tetapi hal itu tidak dapat dilakukan karena perwakilan massa dilarang masuk ke rumah tersebut. Kejadiannya terjadi pukul17:30 WIB,” imbuhnya.
Agus mengungkapkan bahwa ia sebagai tulang punggung keluarga yang memiliki orang tua (Ibu) yang berumur 60 th dan 2 orang anak yang masih kecil-kecil. Namun selama menjalani proses hukum membuat keluarganya mengalami kesulitan keuangan untuk kebutuhan sehari-hari.
Agus ditangkap bersamaan dengan terdakwa Surono di sebuah indekos di Pedan, Klaten. Oleh Majelis Hakim ia dijatuhi vonis 8 bulan dengan dikenakan pasal 160 KUHP, dikurangi masa tahanan. Sebelumnya dituntut 15 bulan oleh JPU.