JAKARTA (Panjimas.com) – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag mengkritik Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Anwar Makarim, Kementerian Agama (Kemenag) Yaqut Cholil Qoumas dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tito Karnavian tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah yang diterbitkan pada Rabu (3/2/2021) yang akhirnya menimbulkan polemik.
Dalam keterangan yang diterima Panjimas.com, Kamis (4/2/2021), Anwar Abbas menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sesuai dalam pasal 29 ayat 1 adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Ini artinya negara kita harus menjadi negara yang religius bukan negara yang sekuler,” paparnya
Menurutnya UU dan peraturan serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan DPR dalam semua bidang kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan harus didasarkan dan berdasarkan kepada nilai-nilai dari ajaran agama.
“Terkait dengan pakaian seragam anak sekolah misalnya karena para siswa dan siswi kita tersebut masih berada dalam masa formatife atau pertumbuhan dan perkembangan maka kita sebagai orang yang sudah dewasa terutama para gurunya harus mampu membimbing dan mengarahkan mereka untuk menjadi anak yang baik,” tuturnya.
Bunyi keputusan yang tertuang dalam SKB Menteri pada point pertama sebagai berikut :
Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut :
a. tanpa kekhasan agama tertentu; atau
b. dengan kekhasan agama tertentu,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika dicermati, pemerintah berupaya menghilangkan penggunaan seragam yang mengarah ke simbol-simbol agama, misalnya penggunaan jilbab oleh muslimah yang sudah baligh, sebagaimana tertuang dalam huruf a dan b, penggunaan seragam yang identik dengan agama islam akan dipermasalahkan. Artinya menurut Anwar Abbas bahwa kebebasan beragama atau keyakinannya dalam lingkungan sekolah yang merupakan tujuan dari sistem pendidikan nasional yaitu untuk membuat peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, justru akan dibatasi oleh Surat Keputusan Bersama tersebut.
“Ini artinya kita sebagai warga bangsa yang berpedoman kepada UUD 1945 maka sesuai dengan isi dari pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 maka negara harus bisa menjadikan agama sebagai qaidah penuntun di dalam kehidupan kita termasuk dalam kehidupan di dunia pendidikan,” paparnya.
Publik menduga SKB yang diterbitkan oleh tiga Menteri tersebut menyusul adanya berita pemaksaan jilbab oleh SMK N di Padang yang menjadi bahan perbincangan serius di kalangan elit politik. Meskipun MUI Sumbar meminta pembuktiaan terkait berita yang viral tersebut.
“Saya melihat ada tokoh-tokoh di Jakarta yang begitu gampang menuduh ini antikebhinekaan, intoleran, pertanyaannya apakah mereka sudah mendengarkan kronologinya?” kata Ketua MUI Sumbar Gusrizal, di Padang, Senin (25/1) dikutip dari Antara.
“Oleh karena itu siswi-siswi kita yang beragama islam, kristen, katolik, hindu, budha dan konghucu semestinya sesuai dengan konstitusi harus kita wajibkan untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya itu karena kita ingin membuat negara kita dan anak-anak didik serta warga bangsa ini akan menjadi orang-orang dan warga bangsa yang toleran dan religious bukan menjadi orang-orang yang sekuler,” tegas Anwar Abbas yang menjadi pengamat Sosial, Ekonomi dan Keagamaan.