JAKARTA (Panjimas.com) – Usai diumumkan oleh Komnas HAM RI soal penyelidikannya terkait tragedi KM-50 Tol Cikampek yang mematikan 6 Laskar FPI pada 7 Desember 2020 lalu, menyimpulkan dari keenam korban, empat diantaranya diduga korban pelanggaran HAM oleh anggota kepolisian yang bertugas waktu itu.
“Terdapat empat orang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara, maka peristiwa tersebut adalah pelanggaran HAM, karena tidak ada upaya lain untuk menghindari jatuhnya korban, ini termasuk unlawfull killing,” kata Anam, Jumat, 8 Januari 2021.
Atas pernyataan yang disampaikan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam tersebut mendapat respond dari Tim Advokasi Keluarga Korban KM-50 yang tertuang dalam rilis yang diterima Panjimas.com yang ditandatangani oleh M. Hariadi Nasution, SH., MH tanggal 8 Januari 2021.
Tim Lawyer keluarga korban tersebut menyesalkan atas kesimpulan Komnas HAM RI yang menurutnya terkesan melakukan “jual beli nyawa”, dua dari enam korban dinyatakan melakukan kontak tembak dengan aparat sehingga suatu yang dianggap halal mendapat tindakan tegas sehingga menyebabkan kematian. Meskipun telah beredar sejumlah foto korban di medsos dengan tanda-tanda yang tidak lazim yang dialami keenam korban tragedi KM-50 tersebut.
Press Release
Tim Advokasi Korban 7 Desember 2020 Atas Kesimpulan Dan Rekomendasi Komnas HAM RI Terkait Tragedi 7 Desember 2020
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Sehubungan dengan rilis temuan kesimpulan serta rekomendasi dari komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI mengenai penyelidikan atas peristiwa tragedi 7 Desember 2020 yang terjadi di Karawang, yang menyebabkan hilangnya nyawa 6 korban warga sipil, maka kami selaku Tim Advokasi Korban 7 Desember 2020 selaku kuasa keluarga korban berpendapat :
1. Mengapresiasi atas respon cepat Komnas HAM RI, yang sejak hari-hari pertama peristiwa langsung menurunkan tim penyelidikan atas peristiwa tersebut ;
2. Menyesalkam konstruksi peristiwa yang dibangun Komnas HAM RI, terkait peristiwa tembak menembak, yang sumber informasinya hanya berasal dari satu pihak, yaitu pelaku;
3. Komnas HAM RI terkesan melakukan “jual beli nyawa”, yaitu pada satu sisi memberikan legitimasi atas penghilangan nyawa terhadap 2 korban lewat konstruksi narasi tembak menembak yang sesungguhnya masih patut dipertanyakan karena selaim haya dari satu sumber, juga banyak kejanggalan dalam konstruksi peristiwa tembak menembak tersebut. Pada sisi lain Komnas HAM RI “bertransaksi nyawa” dengan menyatakan 4 orang sebagai korban pelanggaran HAM;
4. Menyesalkan hasil penyelidikan yang hanya berhenti pada status pelanggaran HAM dan rekomendasi untuk menempuh proses peradilan pidana terhadap pelaku pelanggaran HAM tersebut. Bila Komnas HAM RI konsisten dengan konstruksi pelanggaran HAM, maka seharusnya Komnas HAM RI merekomendasikan proses penyelesaian kasus tragedi 7 Desember 2020 di Karawang lewat proses sebagaimana diatur dalam UU No. 26 tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, karena menurut kami peristiwa tragedi 7
Desember 2020 yang terjadi di Karawang, adalah jelas PELANGGARAN HAM
BERAT.
Demikian Press Release Tim Advokasi 7 Desember 2020 atas peristiwa tragedi 7
Desember 2020 di Karawang yang merupakan bagian hak berpendapat kami yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945 sesuai tugas kami sebagai Advokat.
Jakarta, 8 Januari 2021
TTD
M. Hariadi Nasution, SH., MH.