JAKARTA (Panjimas.com) – Penyidik Bareskrim Polri dikabarkan telah memanggil kembali sosok Ustadz Bachtiar Nasir atau biasa disapa UBN untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dana Yayasan Keadilan Untuk Semua (YKUS).
Kasus yang sudah bergulir sejak 2017 itu disebut sengaja dibuka lagi oleh kepolisian setelah sempat sekian lama tak terdengar kelanjutannya.
Hal ini disampaikan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman. Menurut dia, Bareskrim telah memanggil kembali mantan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
“Ke Bareskrim infonya (pemanggilan UBN). Kasus yang 2017 diputar ulang,” kata Munarman kepada JPNN.com, Senin (21/12).
Namun, Munarman tidak memerinci kapan pemanggilan tersebut. Dia juga belum mengetahui apakah UBN bakal memenuhinya atau tidak. Dia hanya memastikan, sudah ada tim hukum yang mendampingi UBN dan dia juga termasuk dalam tim tersebut.
“Sudah ada tim yang dampingi dan saya ikut sebagai salah satu anggota timnya,” tegas Munarman.
Lanjut Munarman menerangkan, dengan adanya upaya membuka lagi kasus lama yang sebenarnya dipendam, semakin menunjukan kepolisian terlibat langsung sebagai alat politik.
“Hukum sudah digunakan sebagai instrumen politik melumpuhkan penyuara keadilan,” tambah Munarman.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono ketika dikonfirmasi soal adanya pemanggilan UBN oleh Bareskrim, masih belum memberikan jawaban.
Diketahui bahwa, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan UBN sebagai tersangka.
Bachtiar Nasir diduga melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam kasus ini, polisi juga telah menetapkan satu orang tersangka bernama Islahudin Akbar.
Polisi menduga ada aliran dana dari Bachtiar untuk perjalanan ke Turki. Padahal YKUS didirikan untuk mengumpulkan donasi bagi Aksi Bela Islam 411 dan 212. Dalam surat panggilan sebagai tersangka, Bachtiar disangka melanggar Pasal 70 juncto Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 atau Pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 Ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atau Pasal 63 Ayat (2) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. [AW/jpnn]