JAKARTA (Panjimas.com) – Ketegangan antara Pangdam Jaya dengan FPI masih menjadi sorotan publik pasca pencopotan baliho Imam Besar Habib Rizieq Shihab oleh koopsus yang menurut pernyataan Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman adalah perintahnya.
Sikap tendensius Mayjen Dudung Abdurachman ditunjukkan dengan mengatakan FPI dibubarkan saja seperti yang dilansir Kompas.com. “FPI kalau perlu dibubarkan saja itu,” katanya kepada pers usai apel pasukan di Monas, Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2020). Meskipun demikian, dilansir cnnindonesia.com, Mayjen Dudung Abdurachman mengklarifikasi pernyataannya tersebut bahwa bukan wewenang TNI membubarkan FPI kepada wartawan di Makodam Jaya, Jakarta, Senin (23/11).
Menurut Ustadz Alfian Tanjung pemerhati gerakan komunis di Indonesia yang kerap menjadi narasumber resmi kalangan TNI ini menyebutkan bahwa ketegangan antara TNI terutama Pangdam Jaya dengan gerakan Islam yakni FPI adalah kejadian pertama kali sejak reformasi.
“Tidak ada sejarah Kodam setelah jaman reformasi (1998) kesini itu berselisih dengan ummat Islam itu tidak ada,” tuturnya.
Menurut Ustadz Alfian Tanjung, langkah yang ditempuh Mayjen Dudung Abdurachman adalah langkah yang tidak taktis dan menjadikan catatan buruk terhadap rakyat dan umat Islam.
“Jadi sebenernya ini keteledoran dia, kedunguan kalau menurut saya, dia tidak taktis bahkan karirnya mati dan kemana-mana akan jadi catatan bahwa dia pernah menghina Habib Rizieq dan menggunakan ayat-ayat yang salah baca salah sebut,” katanya.
Sementara itu, Ustadz Irfan S Awwas Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin masih optimis menilai TNI tetap bersama rakyat.
“Bagaimanapun TNI tetap bersama rakyat, oknum TNI yang gampang diperalat cukong komunis, tapi sekarang sudah menyesal. Umat Islam tetaplah waspada dan istiqamah menyeru ke arah tegaknya syariat Islam. Terhadap para pembenci, tak perlu khawatir, nasibnya telah ditentukan Allah,” katanya. [RN]