SOLO (Panjimas.com) – Aparat telah menangkap sejumlah orang yang diduga terlibat dalam penyerangan keluarga Umar Assegaf, usa insiden yang terjadi di Metrodanan, Pasar Kliwon, Solo pada Sabtu (8/8/2020) lalu.
Dilansir detik.com dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Polresta Surakarta, Selasa (11/8/2020), Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi mengatakan lima orang tersebut berinisial BD, MM, MS, ML, dan RN. Dari lima orang tersebut, empat di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Tak banyak masyarakat yang tahu, diantara kelima orang tersebut, satu diantaranya adalah korban salah tangkap oleh aparat kepolisian.
RN atau Rodi Nurdiansyah (32) warga Semanggi RT 09/04, Pasar Kliwon, Surakarta. Sebagai tulang punggung keluarga, bapak tiga anak ini sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci piring di sebuah warung makan yang tak jauh dari lokasi kejadian.
Rodi dikenal sebagai jama’ah aktif sholat 5 waktu di masjid Muhajirin Semanggi. Aktivitasnya sederhana, berangkat kerja dan beribadah di masjid saja. Ditambah lagi ia tak memiliki alat komunikasi smartphone Android, sehingga tertinggal informasi yang sedang hangat terjadi di kota Solo waktu itu.
Ditangkap Dinihari
Nasib yang dialaminya sungguh tak terduga. Kepada tim Panjimas.com Rodi menceritakan kronologi penangkapan aparat kepolisian terhadap dirinya pada hari Selasa (11/8/2020), Jam 01.00 dini hari saat para penghuni rumah tertidur, kecuali ibunya yang saat itu sedang perawatan sakit jantung. Ibunya yang lemah menyaksikan sendiri penangkapan anaknya.
“Waktu itu saya tidur, diambil jam 01.00 Selasa dini hari, terus saya dibawa memakai dua mobil, sekitar 10 orang berpakaian preman, lalu saya diborgol terus dilakban bagian mata saya,” jelasnya.
Ia dibawa ke Polresta Surakarta dan ditanya tentang keterlibatannya terkait kejadian di Metrodanan.
“Ditanya tentang keterlibatan saya masalah Metrodanan, saya jawab pada waktu kejadian saya di rumah saja,” terangnya.
Rodi dicecar dengan berbagai pertanyaan hingga subuh, kemudian ia sholat Subuh dalam kondisi mata dibalut lakban dan tangan di depan diborgol.
Sekitar jam 09.00 dikeluarkan dari sel dalam kondisi mata masih dilakban dan tangan diborgol, kemudian kembali ditanya oleh aparat dengan kekerasan fisik terhadapnya.
“Sekitar jam 09.00, saya dibawa tapi masih dipakaikan borgol sama lakban belum dilepas, saya dikeluarkan dari sel, terus ditanya lagi, saya memang bener-bener ndak ikut dalam kejadian itu, saya jawab itu terus karena saya memang tidak ikut, kemudian saya dipukul pipi sebelah kiri lalu keluar darah dari mulut saya, kemudian telinga saya dipukul juga ndak tau pakai apa terus bagian mata juga, terus kepala saya dipukul,” jelasnya.
Kemudian ia dibawa ke Mako dalam keadaan mata tertutup dan tangan diborgol, dan kembali di interogasi aparat.
“Seputar kejadian Metrodanan, saya jawab saya tidak berada di tkp, saya memang berada di rumah, dan sorenya dirilis di TV dengan dikenakan baju tahanan, kemudian saya dibawa ke Polresta lagi dan diinterogasi lagi sampai malam pukul 01.00 kemudian pukul 16.00 sore saya dilepaskan,” terangnya.
Karena tak terbukti terlibat, Rodi dipulangkan dengan ojek online pada Rabu (12/8/2020) Pukul 16.00 Sore , namun hingga saat ini Rodi mengaku merasa trauma, was-was dan mata bagian kiri penglihatannya buram dan terlihat sedikit bekas lebam.
Rodi Nurdiansyah berharap adanya keadilan atas peristiwa yang menimpa dirinya tersebut dan memulihkan psikis dan nama baiknya di masyarakat. Kendati demikian, ia harus rutin absen setiap hari senin dan kamis ke Polresta Surakarta.[RN]