SEOUL (Panjimas.com) – Korea Selatan kini tengah menghadapi lonjakan tertinggi kasus virus corona dalam lima bulan terakhir – dengan 279 kasus baru terkonfirmasi pada Minggu (16/08).
Sebagian kasus baru yang terjadi dikaitkan dengan Gereja Sarang Jeil, yang pendetanya vokal mengritik Presiden Moon Jae-in.
Gereja lain, gereja Shincheonji, sebelumnya telah diidentifikasi sebagai klaster virus corona terbesar di Korea Selatan.
Kelompok agama yang kontroversial ini dikaitkan dengan lebih dari 5.200 kasus yang terjadi di Korea Selatan.
Apa yang kita tahu tentang wabah terbaru di Korea Selatan?
Korea Selatan melaporkan 279 kasus baru pada Minggu (16/08) – lonjakan terbesar sejak Maret yang melewati 200 kasus.
Tambahan 197 kasus terjadi pada Senin (17/08) – menandai penambahan kasus harian yang melewati angka tiga digit.
Tambahan kasus menjadikan total kasus yang dilaporkan di Korea Selatan menjadi 15.515.
Setidaknya 312 kasus baru dilaporkan terkait dengan Gereja Sarang Jeil, menurut pemerintah kota Seoul, seperti dilaporkan kantor berita Yonhap.
“Dari 4.000 pengunjung gereja [Sarang Jeil]… 3.400 di antaranya menjalani karantina dan 2.000 telah dites,” ujar Wakil Menteri Kesehatan Kim Ganglip dalam laporan Yonhap.
Gereja Shincheonji dikaitkan dengan sebagian besar kasus yang terjadi di Korsel awal tahun ini.
“Dari jumlah itu 312 dinyatakan postif… dengan tingkat positif yang tinggi [sebesar] 16,1%.”
Kim juga mengritik pernyataan gereja yang menyebut daftar keanggotaan gereja “tidak akurat”, maka dari itu “sulit untuk menelusuri semua anggota gereja”.
Muncul kemarahan yang cukup besar terhadap gereja, dengan lebih dari 200.000 orang menandatangani petisi online yang menyerukan agar pendeta utama Pendeta Jun Kwang-hoon ditahan, kata Yonhap.
Presiden Moon mengatakan wabah itu merupakan tantangan terbesar untuk memerangi virus sejak klaster tersebut terkait dengan Gereja Shincheonji.
Pemimpin Gereja Shincheonji, Lee Man-hee, ditangkap awal bulan ini.
Dia dituduh menyembunyikan informasi tentang anggota grup dan pertemuan dari pelacak kontak.
Dia dituduh menyembunyikan informasi terkait anggota gereja dan peremuan dari penelusur kontak.
Sementara gereja berkukuh mereka khawatir dengan keselamtan anggtonya, namun menegaskan mereka tidak pernah menyembunyikan infromasi.
“Surat penangkapan yang dikeluarkan pengadilan tidak berarti vonis bersalah,” ujar gereja dalam sebuah pernyataan tertulis.
“Semua upaya yang memungkinkan akan dilakukan untuk mengungkap kebenaran di persidangan mendatang”.
Apa yang kita ketahui tentang gereja Sarang Jeil?
Tak banyak informasi tentang gereja yang berbasis di Seoul ini – meski banyak hal yang diketahui tentang pemimpin gereja itu, Rey Jun Kwang-hoon.
Pendeta berusia 63 tahun ini selama bertahun-tahun terakhir telah menjadi kritikus pemerintah yang vokal, dan dilaporkan beberapa kali mengikuti demonstrasi anti-pemerintah di Seoul.
Pada akhir pekan, dia melanggar aturan isolasi mandiri dengan ikut serta dalam demonstrasi.
Presiden Moon berseru kepada anggota gereja yang mengikuti Jun dalam demonstrasi, mengatakan mereka telah mengambil bagian dalam “tindakan tak termaafkan yang mengancam kehidupan orang-orang”.
Demonstrasi di Korea Selatan (15/08) tetap berlangsung meski ada kekhawatiran terkait lonjakan kasus Covid-19 di negara itu.
Menurut Korean Herald, Jun terdengar mengatakan kepada para pengikutnya pada demonstrasi awal tahun ini bahwa “meninggal karena penyakit adalah patriotik”.
Dia menambahkan bahwa “mereka yang menderita penyakit akan disembuhkan jika mereka menghadiri demonstrasi”.
Jun didakwa dengan pencemaran nama baik awal tahun ini, setelah dia menyebut Presiden Moon mata-mata untuk Korea Utara, Yonhap melaporkan.
Pada Minggu (16/08), pemerintah kota Seoul mengatakan bahwa mereka akan mengambil tindakan terhadap Jun yang melanggar aturan karantina mandiri dan menghalangi upaya pihak berwenang untuk menekan penyebaran virus.
Korea Selatan saat ini membatasi pertemuan dalam ruangan hanya untuk 50 orang dan pertemuan luar ruangan hanya untuk 100 orang.
Korsel dianggap sebagai negara yang berhasil menangani Covid-19 setelah berhasil menekan penambahan kasus baru dalam jumlah yang rendah awal tahun ini.
Negara itu dinilai berhasil menggunakan pelacakan agresif dan pengujian luas untuk mengatasi gelombang wabah pertamanya, namun dalam beberapa pekan terakhir wabah terus terjadi. [BBC]