BOGOR (Panjimas.com) – Ijtima Ulama IV di Lorin Hotel Sentul, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, menghasilkan delapan butir kesepakatan antar ulama yang hadir, salah satunya meminta agar Ijtima Ulama dilembagakan.
“Nomor empat, perlunya ijtima ulama dilembagakan, sebagai wadah musyawarah antara habaib dan ulama serta tokoh untuk terus menjaga kemaslahatan agama, bangsa dan negara,” ujar Penanggung Jawab Ijtima Ulama IV, Yusuf Muhammad Martak saat membacakan hasil Ijtima Ulama IV saat konferensi pers penutupan, Senin petang.
Menurut Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama itu, delapan butir kesepakatan itu lahir setelah para ulama menimbang dengan berpedoman pada ayat suci Al-Quran dan hadist-hadist riwayat Nabi Muhammad.
“Memperhatikan pandangan saran dan masukan peserta Ijtima Ulama IV bahwa melawan kezaliman dan kecurangan di Indonesia harus tetap melalui jalur jihad konstitusional,” kata Yusuf.
Maka, dari berbagai pertimbangan para ulama yang hadir, Ijtima Ulama IV memutuskan:
- Menolak kekuasaan yang zalim, serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut.
- Menolak putusan hukum yang tidak sesuai prinsip keadilan.
- Mengajak umat berjuang dan memperjuangkan:
- Penegakan hukum terhadap penodaan agama, sesuai amanat undang-undang.
- Mencegah bangkitnya ideologi marksisme, komunisme dalam bentuk apapun.
- Menolak segala perwujudan kapitalisme dan liberalisme seperti penjualan aset negara kepada asing maupun aseng.
- Pembentukan tim investigasi tragedi pemilu 2019.
- Menghentikan agenda pembubaran ormas islam dan stop kriminalisasi ulama. Serta memulangkan Habib Rizieq Shihab tanpa syarat apapun.
- Mewujudkan NKRI yang syariah dengan prinsip ayat suci di atas ayat konstitusi.
- Perlunya ijtima ulama dilembagakan sebagai wadah musyawarah antara habaib dan ulama serta tokoh untuk terus menjaga kemaslahatan agama, bangsa dan negara.
- Perlunya dibangun kerjasama antara ormas Islam dan politik.
- Menyerukan kepada segenap umat Islam untuk mengonversi simpanan dalam bentuk logam mulia.
- Membangun sistem kaderisasi sebagai upaya melahirkan generasi Islam yang tangguh dan berkualitas.
- Memberikan perhatian secara khusus terhadap isu dan masalah substansial tentang perempuan, anak dan keluarga melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak bertentangan dengan agama dan budaya. [AW/Antara]