SOLO, (Panjimas.com) – Peluang terjadinya kecurangan dalam pemilu begitu besar. Segala hal dilakukan demi meraih kekuasaan. Apalagi jika pihak aparat yang harusnya netral namun berpihak ke pasangan tertentu.
“Dampak dari politik patronase dimana aparatur negara tidak bisa menampakkan sebagai pelayan namun malah ikut menjadi tim pemenganan,” ujar Sekretaris Umum DPP FPI, Munarman usai memberikan bimbingan teknis cara kerja relawan Koppasandi Solo Raya Jumat, (8/3).
Banyak modus kecurangan yang dilakukan saat pemilu.
Pertama, menggelembungkan DPT, coba kita lihat DPT kita ada masalah atau tidak? Kasus adanya warga negara asing masuk DPT ini yang menjadi persoalan serius.
Kedua, tidak memberikan undangan kepada para pemilih, yang diberi hanya pihak tertentu.
“Ketiga, masalah masuknya orang-orang yang menggunakan KTP saja menjelang waktu pencoblosan akan tutup. Ini yang pernah terjadi saat pilkada DKI Jakarta, kasus Iwan Bopeng,” tambahnya.
Keempat, soal pengitungan bisa ada oknum yang membuat surat suara rusak sehingga tidak bisa dihitung.
Kelima, lanjut Munarman, saat suara dibawa ke kantor Kecamatan dalam perjalanan terjadi perusakan.
Keenam, rekapitalisasi di kantor Kecamatan yang tidak terbuka dan jujur. Tidak semua saksi diberi c1.
Ketujuh, saat terjadi sidang pleno di kantor KPU, keberatan-keberatan itu diabaikan.
Terkait hal itu semua Munarman menghimbau agar masyarakat aktif memantau jalannya pemilu.
“Inilah titik-titik kecurangan yang harus diwaspadai. Saya menghimbau kepada masyarakat untuk terlibat dalam pengawasan, agar pemilu ini terhindar dari kecurangan,” pungkasnya. [RN]