Jakarta (Panjimas.com) — Sekretaris Jenderal Masyarakat Relawan Indonesia (MRI), Ibnu Khajar saat menjadi Keynote Speaker dalam Konsolidasi Nasional dan Mukernas II Forum Jurnalis Muslim (Forjim) di Gedung Menara 165, Jakarta Selatan, Kamis (7/3/2019), berharap para jurnalis muslim membincangkan urusan yang besar.
“Kita jangan berdebat, tapi juga amal dan menghasilkan karya. Karena itu Forjim dan MRI bersinergi dengan urusan yang besar. Tanpa karya besar, kita akan kehilangan momentum untuk menyatukan langkah,” kata Ibnu bersemangat.
Dikatakan Ibnu Khajar, Bangsa kita memasuki fase yang rumit, dimana kita tidak punya tokoh besar yang ideal. Bukankah setiap pemimpin akan mencerminkan kaumnya? Lalu kapan kita punya orang-orang hebat untuk melakukan perubahan? Peran media inilah yang harus menjadi agen perubahan dan mendorong pergerakan masyarakat menuju peradaban yang gemilang.
“Prinsip kita adalah punya karya nyata, bukan semata gagasan. Kelak, publik dan penduduk langit akan menagih kita, tentang apa yang telah kita perbuat. Sekali lagi, kita tak ingin sebatas narasi, tanpa menghasilkan karya besar. Kita tidak akan ditanya, kuliah atau kerja dimana, tapi sedang membuat karya besar apa?” ungkap Ibnu.
Ibnu Khajar mengajak para jurnalis muslim untuk melakukan percepatan. “Ibarat berlatih bela diri kungfu, kita harus punya daya tahan yang kuat. Bukan hanya bagaimana menangkis pukulan. Tapi juga punya daya tahan yang kuat dengan pukulan-pukulan itu. Bahkan bila perlu mendahului serangan, sekali pukul lawan roboh.”
Setiap pergerakan punya tantangan sendiri. Seperti halnya sahabat Nabi Saw, Salman al Farisi saat perang Khandaq. Saat sedang menggali parit, kita akan bertemu batu besar untuk kita pecahkan. Kala kita sedang menggali parit, musuh menganggap pekerjaan ini hanya kerja kecil. Padahal ada hal besar yang sedang kita lakukan.
“Saat umat Islam berhasil menghancurkan batu yang besar di dalam parit, lalu Allah menjanjikan kemenangan bagi umat Islam, sehingga bisa mengalahkan kekuatan Pasukan Persia, Romawi dan Yunani. Ini artinya, kita harus berpikir besar. Kita jangan membuang energi, hanya karena membahas sebuah istilah kafir atau non muslim, misalnya. Teriak-teriak korupsi, akhirnya yang teriak itu malah ditangkap,” paparnya.
Ibnu Khajar berpandangan, dunia ini sedang ditata ulang. Sejak keruntuhan khilafah dan 100 tahun pergantian masa, akan muncul mujadid untuk pergantian peradaban. Nah, orang terbaik sedang dipersiapkan.
Zaman telah berubah, dimana kita memasuki fase perang opini. Disinilah peran media, khususnya jurnalis muslim yang tergabung di forjim, agar bisa meluruskan pemberitaan yang tidak benar dan dipertanggungjawabkan. Jurnalis muslim harus membuat narasi yang baik dan viral, bukan stimulasi kebencian.
Apa yang disampaikan di publik, kata Ibnu Khajar, bukan hanya beritanya, tetapi juga mempunyai spirit dan ideologi. “Luar biasanya hari ini, semua orang menyampaikan sebuah berita menjadi viral. Semua orang menyampaikan lewat media sosial. Media mainstream yang tidak berpihak kepada umat dilawan. Ini perang opini besar,” kata Ibnu.
Saat ini dibutuhkan jurnalis yang mampu meluruskan opini pada publik. “Ini penting sehingga umat bisa mengetahui dalam narasi yang baik, yang benar dan bisa diviralkan. Karena kita tahu betul, ketika masyarakat melihat sesuatu dominasi emosinya atau semangat marahnya lebih dominan daripada membahasakan. Bahkan, tokoh-tokoh kita yang menyampaikan kebenaran tetapi salah dalam berbahasa, sehinga menjadi delik hukum,” katanya. (des)