JAKARTA, (Panjimas.com) – Dr. Hayati Syafri, dosen IAIN Bukittinggi yang dinonaktifkan karena menggunakan cadar saat mengajar melakukan audiensi dengan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat KH. Arwani Faishol dan Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Dr. Hj. Azizah, M.A.
Didampingi Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia, Hayati mendapatkan sambutan baik dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Pada pertemuan tersebut, Hayati menceritakan bagaimana ia dipaksa pihak IAIN Bukittinggi untuk melepas cadarnya, kemudian dinonaktifkan sebagai dosen lantaran menolak permintaan itu hingga berujung pada keluarnya SK Kemenag tentang Pemberhentian dirinya sebagai PNS.
“(Bahkan), Hayati juga menceritakan bagaimana pihak kampus melakukan pemaksaan pelarangan cadar dengan mengeluarkan Surat Edaran yang ditandatangani langsung oleh Dekan FTIk IAIN Bukittinggi. Sehingga berimbas pada mahasiswi yang sudah terbiasa bercadar ditekan untuk melepaskan cadarnya,” kata Koordinator Tim PAHAM, Busyra dalam keterangan tertulisnya yang diterima Panjimas, Kamis (7/3) siang.
Mendengar cerita pilu Hayati, Wasekjen komisi Fatwa MUI Pusat KH. Arwani Faishol berpendapat bahwa pelarangan cadar yang dilakukan IAIN bukittinggi adalah salah besar.
“Penggunaan cadar merupakan bagian dari syariat Islam. Salah besar jika menganggap cadar adalah simbol radikalisme dan anti Pancasila,” tegas Kiyai Arwani Faishol.
Menurut Kiyai Arwani, bagi madzhab Syafi’i, wajah dan telapak tangan adalah bagian dari aurat sehingga harus ditutup, kecuali pada waktu sholat.
“Itulah fungsi dari penggunaan cadar sebagai bagian dari hijab untuk menutupi wajah yang masuk dalam kategori aurat berdasarkan Mahzab Syafii,” terang Kiyai Arwani.
Jika mengacu pada kebebasan beragama yang dijamin oleh UUD 1945, lanjut Kiyai Faishol, kebebasan beragama juga mencakup pada pelaksanaan syariah sesuai dengan madzhab yang diyakini.
“Seseorang yang meyakini madzhab Syafi’i, tidak boleh dipaksa menjalankan praktek ibadahnya dengan madzhab lain,” jelas Kiyai Faishol.
Karenanya, Kiyai Arwani Faishol berjanji akan membawa permasalahan ini ke rapat internal Komisi Fatwa MUI Pusat untuk dibahas dan ditindaklanjuti terkait adanya diskriminasi dan pelanggaran HAM dalam pelarangan penggunaan cadar dilingkungan kampus IAIN Bukitinggi, Sumatera Barat.
Sementara itu, Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Dr. Hj. Azizah, M.A juga berjanji akan membahas masalah ini di komisi yang dipimpinnya. [DP]