JAKARTA, (Panjimas.com) – Walau kasusnya sendiri sudah berlangsung dari tahun 2017 lalu sampai dengan saat ini. Namun proses penyelesaian masalahnya masih terus berlangsung. Bahkan sampai saat ini terus di proses dan dipelajari oleh pihak Badan Kepegawaian Negara (BPN).
Adalah seorang Hayati Safrie yang menjadi dosen di UIN Bukittinggi, Sumatera Barat, yang telah dipecat dan mengajukan banding administrasi atas pemecatannya ke kantor Badan Kepegawaian Negara (BKN), Cawang, Jakarta Timur pada hari Senin, (4/3).
Hayati didampingi oleh tim penasihat hukum dari Pusat Advokasi Hukum & Hak Asasi Manusia (PAHAM) Indonesia.
Sebelumnya ia dipecat oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin karena dianggap melanggar disiplin tidak masuk kerja tanpa keterangan yang sah selama 67 hari kerja. Perbuatannya ini dianggap melanggar ketentuan Pasal 3 angka 11 dan angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Di kantor BKN, Hayati menceritakan, sebelum dipecat, ia dilarang mengenakan cadar oleh kampus. Karena tetap pakai cadar, kampus pun melarangnya mengajar di kelas dan menonaktifkannya. Baru belakangan, Irjen Kementerian Agama memeriksa ketidak hadirannya di kampus.
“Saya sampaikan secara detil kronologinya, mohon doanya semua. Saya yakin alasan pemberhentian (pemecatan) saya ini karena saya menjalankan syariat Islam dan adalah karena ketidakadilan,” katanya seusai melakukan banding di kantor BKN.
Adapun alasan pemberhentian itu karena 67 hari absen kerja, Hayati mengatakan bahwa dirinya punya bukti kuat dan akan memaparkan bukti-bukti izin dengan aktivitas-aktivitas yang jelas.
“Ini kami bawa semua dokumen yang ada dan kami lampirkan juga. Semua lengkap dan kami sampaikan ke pihak BKN. Pada prinsipnya alasan diberhentikan karena soal tidak masuk kerja itu tidak berdasar dan mengada ada semuanya,” tandas Ismail Nganggon selaku kuasa hukum dari Hayati Syafri.
Pengacara dari PAHAM itu juga sangat menyayangkan tindakan dari Kementerian Agama yang tidak ada mengeluarkan peringatan sebelumnya dulu kepada dosen Hayati sebelum dilakukan pemecatan. “Karena kalau yang sesuai prosedur seharusnya adalah diberikan peringatan ringan, sedang dan berat. Baru dikeluarkan keputusan diberhentikan,” pungkasnya. [ES]