JAKARTA, (Panjimas.com) – Adalah Hayati Syafri seorang dosen di IAIN Bukittinggi, Sumatra Barat yang diberhentikan secara sepihak sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh pihak Kementerian Agama (Kemenag) melalui IAIN Bukittingi.
Hayati Syafri adalah Dosen mata kuliah Bahasa Inggris di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Hayati Syafri mengajukan banding ke Badan Kepegawaian Negeri (BKN) RI atas surat pemecatan terhadap dirinya. Hayati menilai bahwa pemecatan tersebut tidak berdasar. Hayati dan kuasa hukumnya tiba di Kantor BKN RI pada Senin pukul 13.57 WIB.
“Kedatangan kami disini untuk menyampaikan banding atas putusan yang disampaikan oleh Kementerian Agama melalui IAIN Bukittinggi yang memecat ibu Hayati Insya Allah hari ini kami mengajukan banding administratif,” kata kuasa hukum Hayati Ismail Nganggon di Kantor BKN RI Jakarta Timur, Senin (4/3/2019).
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan bahwa surat pemecatan terhadap kliennya tersebut tidak beralasan. Salah satu alasan surat pemecatan itu adalah Hayati tidak masuk mengajar. Padahal, kata dia, kenyataannya, ia tetap masuk dan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai dosen.
“Alasan itu tidak jelas karena kalau beralasan hanya karena masa kerjanya, hanya karena dia tidak masuk, faktanya dia masuk, karena pada saat itu malakukan penelitian melakukan S3 dan ada buktinya kita siapkan,” lanjutnya.
Sebelum surat pemecatan keluar, Hayati dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat (Sumbar) pernah dipanggil lewat surat untuk datang oleh petugas Inspektorat Jenderal Kemenag pada 2018 lalu. Saat itu, Irjen memanggil tidak karena masalah cadar, tapi lebih fokus menggali persoalan kedisiplinan.
“Saya berdua dengan Buya Gusrizal yang saat itu juga sebagai dosen tetap IAIN Bukittinggi dipanggil bukan karena cadar, tapi karena disiplin kerja. Hal ini yang membuat ketua MUI tidak terima. Buya Gusrizal (Ketua MUI Sumbar) menjawab panggilan Irjen dengan mengundurkan diri sebagai dosen IAIN Bukittinggi karena nggak nyaman dengan pengalihan isu ini dan ketidakpahaman pimpinan dikampus mengenai posisi beliau sebagai ketua MUI,” jelasnya.
Sehingga, alasan pemecatan karena disiplin terasa aneh. Sebab, selain Hayati, masih banyak karyawan IAIN lain yang melakukan hal yang sama mengenai kehadiran. Hayati mengaku dirinya tidak sepenuhnya meninggalkan kewajiban dan tanggungjawabnya sebagai dosen saat mengambil studi S3.
“Cuman anehnya kalau masalah disiplin banyak juga yang seperti itu, dan sebenarnya ketidakhadiran itukan beralasan karena sedang kuliah S3, penelitian, pengabdian masyarakat dan semua kerja dituntaskan, laporan pertanggung jawaban sebagai dosen berupa Beban Kerja Dosen (BKD) juga sudah dilaporkan setiap semester. Dari 2014 sejak awal kuliah sampai 2017 tidak dilaporkan terus kenapa 2018 saat ada kasus cadar dipermasalahkan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukit Tinggi, Syahrul Wirda, mengatakan, isu terkait pemecatan Hayati karena bertahan menggunakan cadar tidak benar. Pihak kampus, kata dia, tidak pernah mengintervensi persoalan pakaian kepada setiap civitas akademika. Selama, pakaian yang digunakan pantas untuk digunakan di lingkungan kampus. [ES]