Jakarta (Panjimas.com) — Wacana Militer masuk kedalam kementerian dan lembaga sipil terus menggelinding. Wacana ini Bermula ketika Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengusulkan revisi Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang nantinya memungkinkan perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) TNI menempati kursi birokrat.
Rencana ini mendapat tanggapan dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indoensia (KAMMI) yang merupakan organsisasi mahasiswa dan kepemudaan yang lahir saat reformasi bergulir.
“Kami sangat menyayangkan apabila ada upaya untuk merevisi UU TNI yang memungkinkan nantinya TNI bisa menempati jabatan sipil. Kita harus waspada, revisi ini akan mendorong sedikit demi sedikit kembalinya Dwi fungsi ABRI, apalagi kita punya sejarah yang panjang dengan itu, ” kata ketua Umum KAMMI Irfan Ahmad Fauzi dalam keterangan medianya, Sabtu, 2 Maret 2019.
“Padahal amanat reformasi kita sudah dengan susah payah memisahkan antara area militer dan sipil, dibatasi. Karena militer mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki sipil, bayangkan kalau terjadi apa-apa” tambahnya.
Bagi Irfan, surplusnya perwira di TNI tidak bisa dijadikan alasan untuk memberikan keistimewaan bagi TNI menempati jabatan-jabatan sipil.”Saya kira tidak semudah itu jika karena alasan surplus, lalu kemudian merevisi UU. Kesannya seperti memberikan keistimewaan sekali” sambung Irfan.
“Maka kami dengan tegas menolak rencana revisi UU TNI ini. Marilah kita tempat sebagaimana mestinya. Militer ya harus di area militer, sipil ya di sipil jangan digabung bisa bahaya” tandas Irfan.(des)