BEKASI (Panjimas.com) – Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia menilai rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) berpotensi mendukung zina dan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia Rita Soebagio, pada acara Seminar Ketahanan Keluarga di Hotel Aston, Bekasi, belum lama ini, Sabtu (23/2).
Menurut Rita, pada salah satu pasal dalam RUU P-KS menyebutkan bahwa kekerasan seksual terdiri dari beberapa hal salah satunya adalah pemaksaan pelacuran.
“Kalau kita tafsirkan, pemaksaan pelacuran dengan tafsir terbalik yaitu a contrario (menurut pengingkaran), pelacuran yang tidak dipaksa (berarti) boleh,” kata Rita Soebagio.
AILA juga menilai definisi kekerasan seksual yang terdapat dalam RUU P-KS dibawa dari konsep-konsep undang-undang Barat seperti PBB, WHO, dan di berbagai negara lain.
Rita kemudian menggaris bawahi kalimat ‘memberikan persetujuan dalam keadaan bebas’ yang terdapat dalam definisi kekerasan seksual di RUU P-KS.
Menurut Rita, kalimat tersebut mengandung makna bahwa zina tidak masuk dalam RUU P-KS, selama perzinahan itu disetujui dan suka sama suka.
“(Karena) kekerasan tidak bisa disandingkan dengan nilai agama. Makanya dia menolak menggunakan kata kejahatan, karena kejahatan itu berangkat dari nilai atau norma,” tegas Rita.
Kalimat kedua yang menjadi perhatian AILA dalam definisi kekerasan seksual pada RUU P-KS ialah ‘ketimpangan relasi kuasa dan/ relasi gender’. “Menurut mereka, kekerasan itu terjadi karena adanya relasi kuasa dalam budaya yang patriarki, karena laki-laki lebih berkuasa, maka terjadilah kekerasan, pelecehan seksual dan seterusnya. Itu yang mereka sebut dengan relasi kuasa dan relasi gender,” jelas Rita.
Istilah-istilah dalam RUU P-KS seperti itu, lanjut Rita, memperjelas bahwa konsep yang diperkenalkan adalah konsep seksualitas yang liberal. “Jadi, undang-undang ini persis seperti UU ITE sekarang, UU ITE bisa menghukum apapun sesuai tafsiran siapapun. Itu yang akan terjadi,” pungkasnya.
Untuk diketahui, dalam rancangan undang-undang Penghapusan Kekerasab Seksual (P-KS) pada Bab I Pasal 1 dijelaskan bahwa definisi Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik. [DP]