BEKASI (Panjimas.com) – Mengasuh anak di zaman teknologi serba canggih seperti saat ini bukanlah perkara mudah. Perkembangan dunia digital tak hanya memberi kemudahan, namun terkadang bisa menjadi penghambat jalannya pengasuhan orang tua terhadap anaknya.
Oleh karenanya, Pakar Parenting Elly Risman mengungkap tujuh pilar pengasuhan anak. Hal itu ditujukan agar sang anak memiliki daya tahan yang kuat untuk menghadapi godaan zaman. “Pertama, kesiapan menjadi orangtua,” kata Elly Risman di Hotel Aston, Sabtu (23/2) siang.
Menurut Elly, ada kesalahan dalam pola pengasuhan anak sebelumnya. Sehingga, anak-anak itu kini menjadi para orang tua yang tidak siap mengasuh anak. “Kita itu disiapkan bukan menjadi orang tua, tapi kita disiapkan untuk menjadi ahli di bidangnya, kita dilihat dari reputasi akademisnya. Jadi, kesalahan itu ada pada angkatan saya. Kekurangan kita di situ,” ujar Elly Risman.
Pilar kedua, lanjut Elly, butuh bantuan ayah dalam pengasuhan anak. “Dari segi parenting adalah ayah. Kalau kita kembali ke Al-Quran sebagai seorang Muslim yang mendidik awalan itu adalah ayah,” terang Elly.
Spesialis pengasuh anak itu menjelaskan bahwa peran ayah dalam membina anak ialah dalam segala aspek. Kehadiran ayah bertujuan agar sang anak tidak tumbang saat menghadapi tantangan zaman.
“Jangan-jangan para ayah hanya merasa dirinya hanya sebagai pencari nafkah dan bukan murobbi, pemberi cinta, coach, tempat berdiskusi, itu peran-peran ayah yang tidak terpenuhi,” ungkapnya.
Ketiga, tetapkan tujuan pengasuhan dan sepakati. Menurut Elly Risman, orang tua yang tidak merumuskan tujuan pengasuhan untuk anak adalah orang tua yang tidak punya pendirian.
“Tidak ada kesepakatan antara orang tua, suami-istri, jadi anak berjalan begitu aja. Jadi gimana anak orang. Anak orang sekolah, anak kita sekolah, anak orang pegang hp, anak kita dikasih hp, anak orang punya games, anak kita dikasih games, karena gak punya pendirian,” terang Elly.
Keempat, komunikasi yang baik, benar, dan menyenangkan. “Orang tua yang (komunikasi) enggak bener, enggak sesuai Al-Quran, tidak baik, melangkahi kaidah-kaidah otak (akan) menghasilkan anak-anak yang sumpek, sebel, kesel, jangan-jangan penuh dendam, pulang ke rumah enggak ada ayah-ibu. Itulah kenapa dia lari ke arah hal-hal yang buruk seperti seks bebas dan pornografi,” jelas Elly.
Kelima, orang tua yang menanamkan nilai agama. Elly menegaskan bahwa tanggung jawab mendidik anak kepada agamanya adalah tanggung jawab yang memiliki sperma dan sel telur.
“Karena dia yang ditentukan Allah jadi baby sisternya Allah, mereka kan laki-laki dan perempuan-perempuan pilihan, kenapa disubkontrakin? Padahal kan banyak banget yang harus dipelajarin, karena kita ingin anak kita hanya menyembah Allah saja, (tapi) dia nyerahin hanya 45 menit di sekolah, terus ditambah hari Jum’at di sekolah,” tutur Risman.
Keenam, menyiapkan masa baligh. Berdasarkan hasil penelitiannya, Elly Risman mengatakan, 35 persen ibu-ibu sudah mulai memperkenalkan anaknya dengan hp sejak usia 0 sampai 2 tahun.
“Crazy! Hp di tangan, dia masuk ke kamar dan dia bisa buka segalanya. Jadi, anak-anak yang gizinya bagus, rangsangannya bagus, maka kemudian akan aktif seksualitasnya,” tegas Elly.
Adapun terakhir, bijak memanfaatkan teknologi. “Bencana paling besar adalah ketika kita tidak sadar kita sedang dalam bencana,” pungkas Elly Risman.
Seperti diketahui, Muslimat Thoriquna bekerja sama dengan Radio Dakta, AILA, Forjim, dan Wahana Muda Indonesia menggelar acara Seminar Ketahanan Keluarga dengan mengangkat tema Memutus Mata Rantai LGBT Menyelamatkan Generasi yang diselenggarakan di Hotel Aston, Bekasi, Sabtu (23/2) pagi.
Tidak kurang dari 100 Muslimah turut serta dalam acara seminar tersebut. Hadir pula sejumlah narasumber di antaranya Pakar Parenting Elly Risman, Ketua Umum Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia Rita Soebagio, dan Aktivis Dakwah Ainun Syafa’ah. [DP]