BEIJING, (Panjimas.com) — Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman (MBS) dinilai menutup mata terhadap nasib Muslim Uighur di Xnijiang China, saat Ia bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing, Jumat (22/02).
Banyak pihak merasa kecewa dengan sikap MBS, Komunitas Uighur baik di dalam negeri maupun di luar negeri mengharapkan Pangeran Mohammad bin Salman (MBS), penguasa de-facto Arab Saudi, untuk membahas isu pelanggaran HAM China terhadap etnis Uighur saat bertemu Xi Jinping.
Akan tetapi sebaliknya, MBS memilih untuk berpihak pada pemerintah China.
“Kami menghormati dan mendukung hak China untuk mengambil tindakan kontra-terorisme dan de-ekstremisme untuk menjaga keamanan nasional. Kami siap untuk memperkuat kerja sama dengan China,” ujar Mohammad bin Salman (MBS), dikutip dari Xinhua News.
Wilayah Xinjiang China adalah rumah bagi sekitar 10 juta warga Uighur.
Kelompok Muslim Turki, yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang, telah lama menuduh otoritas China melakukan diskriminasi budaya, agama dan ekonomi.
Hingga 1 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di wilayah Xinjiang China, kini dipenjara dalam jaringan “kamp pendidikan ulang politik” yang terus berkembang, menurut pejabat AS dan ahli PBB.
Dalam laporannya September lalu, Human Rights Watch (HRW) menuing pemerintah China melakukan kampanye sistematis pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Menurut laporan setebal 117 halaman itu, pemerintah China melakukan penahanan, penyiksaan dan penganiayaan massal terhadap warga Uyghur di wilayah tersebut.
Sikap Turki
Awal bulan ini, Turki mengecam keras kebijakan asimilasi sistematis China terhadap Uighur, di mana juru bicara Kementerian Luar Negeri Hami Aksoy menyebutnya sebagai tindakan yang sangat memalukan bagi kemanusiaan.
“Bukan rahasia lagi bahwa lebih dari satu juta orang Turki Uyghur, yang ditangkap sewenang-wenang, menjadi sasaran penyiksaan dan pencucian otak secara politik di pusat-pusat konsentrasi dan penjara,” pungkas Hami Aksoy, dikutip dari AA.
Turki mendesak pemerintah China untuk menghormati hak asasi manusia fundamental etnis Uighur dan menutup kamp konsentrasi.
“Kami juga menyerukan kepada masyarakat internasional dan Sekretaris Jenderal PBB untuk mengambil langkah-langkah efektif untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan di Xinjiang,” ujarnya.[IZ]