JAKARTA, (Panjimas.com) — Menanggapi ramainya pemberitaan dari beberapa media tentang kegiatan malam munajat 212 di Monas, Kamis (21/02) malam, Ketua Panitia Malam Munajat dan Doa 212, Habib Idrus Al-Habsyi turut memberikan pernyataannya.
Pihaknya mewakili panitia malam munajat dan doa 212 memberikan pernyataan pers sebagai berikut;
Pertama, bahwa selama acara munajat 212 tidak ada laporan dari personil panitia kepada saya selaku Ketua Panitia tentang adanya peristiwa yang digembar gemborkan. “Artinya peristiwa yang digembar gemborkan tersebut bukan peristiwa yang menempati sequel penting dari keseluruhan rangkaian acara dan bukan bagian dari format atau SOP acara Munajat 212,” jelas Habib Idrus.
Kedua, bahwa peristiwa yang disebut-sebut sebagai kekerasan terhadap jurnalis dan dikait kaitkan dengan ormas FPI adalah merupakan peristiwa yang bersifat insidental yang terlepas dari S.O.P keseluruhan panitia. “Dalam S.O.P panitia maupun Laskar Pembela Islam yang merupakan tim pengamanan yang ditunjuk oleh panitia,tidak ada perintah atau anjuran untuk bersikap tegas apalagi kasar terhadap rekan jurnalis”, ungkapnya.
Ketiga, bahwa berdasarkan hasil investigasi dari tim panitia setelah ramai adanya pemberitaan tersebut, peristiwa tersebut adalah bermula dari adanya seorang pencopet yang mencoba melakukan aksinya terhadap peserta munajat 212. “Oleh karenanya tim pengamanan yang terdiri dari Laskar Pembela Islam, bertindak untuk mengamankan si pencopet dan si pencopet membuat kegaduhan sebagai pengalih perhatian massa. Sehingga dengan adanya kegaduhan tersebut sebagian massa akhirnya menjadi beralih fokus terhadap titik peristiwa termasuk rekan jurnalis. Ditengah keramaian massa inilah sebagian jurnalis mungkin saja bersinggungan dengan keributan massa yang hadir di titik terjadinya peristiwa. Ditengah emosi massa terhadap si pencopet maka tentu saja suasana massa dalam keadaan emosional yang sangat mungkin siapapun akan secara tidak disengaja mengalami benturan dan bentakan dari sebagian massa yang emosi,” jelas Habib Idrus.
Keempat, Kami dari pihak panitia tentu saja sangat menyayangkan dan menyesalkan peristiwa tersebut. Karena suasana do’a dan munajat yang seharusnya khusyuk menjadi terganggu dengan keberadaan para pencopet dan pembuat gaduh tersebut.
Kelima, Kami selaku panitia melihat, adanya upaya membesar besarkan masalah dan mengalihkan issue, yaitu dari keberhasilan acara munajat 212 yang khusyuk dan syahdu, dari upaya umat mengetuk pintu langit mengadu kepada Allah sang Penguasa Bumi dan Langit, menjadi persoalan kekerasan dan dijadikan ‘spin issue’ untuk memframing kegiatan Munajat dan FPI sebagai suatu peristiwa yang negatif. “Kami selaku panitia melihat bahwa adanya upaya yang sistematis untuk melakukan Labelling dan Framing oleh gerakan anti Islam yang ditujukan untuk mengalihkan dan membelokkan kegiatan do’a dan munajat sebagai peristiwa yang terkait erat dengan kekerasan. Labeling dan framing yang dilakukan terhadap kegiatan Do’a dan Munajat adalah merupakan kejahatan terhadap akal sehat dan intelektualisme”, tukas Habib Idrus.
Keenam, Kami selaku panitia menyerukan kepada umat Islam dan rakyat Indonesia untuk tidak termakan dengan pengalihan issue dan penonjolan sequel kecil peristiwa pencopetan dalam acara do’a dan munajat pada Kamis (21/02) malam yang lalu. Urusan proses hukum pidana yang akan dijadikan pintu masuk menggoreng issue tersebut harus dijalankan sebagai proses hukum yang adil dan bukan upaya untuk menzhalimi panitia atau personil panitia, demikian pernyataan Habib Idrus.[IZ]