NEW YORK, (Panjimas.com) — PBB mendesak India dan Pakistan untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketegangan. Selain itu PBB menawarkan untuk menengahi konflik jika kedua belah pihak sepakat.
“Kami sangat prihatin dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara setelah serangan itu,” pungkas Stephane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dalam konferensi pers, Selasa (19/02).
Dujarric merujuk pada insiden meledaknya sebuah bom mobil mematikan pada 14 Februari yang menewaskan sedikitnya 44 pasukan paramiliter di Jammu dan Kashmir.
Jaish-e-Mohammad, sebuah kelompok militan di Jammu dan Kashmir, mengaku bertanggung jawab dan merilis sebuah video melalyi akun media sosial milik pelaku berusia 22 tahun itu.
Pemerintah India menuding Pakistan berada di balik serangan itu, tuduhan yang ditolak keras oleh Islamabad.
“Sekretaris jenderal menekankan pentingnya kedua belah pihak untuk melakukan pengekangan maksimum dan mengambil langkah segera menuju de-eskalasi,” ujar Dujarric.
Dujarric juga mengatakan PBB akan tersedia untuk menawarkan peran mediasi jika kedua belah pihak memintanya.
Menurutnya, Antonio Guterres juga telah dijadwalkan untuk bertemu dengan utusan Pakistan untuk PBB.
Sebelumnya, Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, menyatakan keprihatinannya terkait laporan dari India bahwa beberapa elemen menggunakan serangan Pulwama sebagai pembenaran untuk ancaman dan potensi aksi kekerasan yang menargetkan komunitas Kashmir dan Muslim.
“Saya prihatin dengan laporan dari India bahwa beberapa elemen menggunakan serangan Pulwama sebagai pembenaran untuk ancaman dan potensi aksi kekerasan yang menargetkan masyarakat Kashmir dan Muslim,” ujar Michelle Bachelet.
Serangan bom mobil mematikan yang meledak pada 14 Februari menewaskan sedikitnya 44 pasukan paramiliter India di Jammu dan Kashmir, di mana pemerintah India menuding Pakistan sebagai aktor dibalik serangan tersebut.
Michelle Bachelet mengecam keras serangan itu dan menuntut pihak berwenang untuk membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan.
“Kami mengakui tindakan yang diambil oleh otoritas India untuk mengatasi insiden ini dan kami berharap bahwa Pemerintah akan terus mengambil langkah-langkah untuk melindungi warga dari segala bentuk kekerasan yang mungkin diarahkan pada mereka karena etnis atau identitas mereka,” tandasnya, dikutip dari AA.
“Kami berharap peningkatan ketegangan antara dua negara tetangga yang bersenjata nuklir itu tidak akan menambah ketidakamanan di kawasan tersebut,” tambahnya.
Kashmir, merupakan wilayah Himalaya dengan mayoritas berpenduduk Muslim. Sebagaimana diketahui, Dataran Kashmir merupakan wilayah sengketa yang diklaim oleh India maupun Pakistan.
India dan Pakistan telah terlibat dalam tiga peperangan di tahun 1948, 1965, dan 1971, sejak wilayah itu terpecah di tahun 1947, dimana kemudian berdiri Republik Islam Pakistan. Sejak saat itu, kedua negara berkonflik dan bersengketa atas wilayah Kashmir.
Sejak tahun 1989, kelompok-kelompok perlawanan Kashmir di wilayah yang dikuasai India (IHK), telah berjuang melawan kekuasaan India demi kemerdekaan atau penyatuan wilayah Kashmir dengan negara Pakistan.
Juga di area gletser Siachen di Kashmir Utara, tentara India dan Pakistan telah bertempur sesekali sejak tahun 1984. Kemudian, gencatan senjata mulai berlaku pada tahun 2003.
Lebih dari 70.000 warga Kashmir telah tewas sejauh ini dalam kekerasan disana, sebagian besar dari mereka tewas dibunuh oleh pasukan India. Untuk diketahui, pemerintah India mengerahkan lebih dari setengah juta prajurit militer di wilayah Kashmir yang dikuasai India (IHK).
India menuduh Pakistan mendukung sentimen separatis di Kashmir, namun Islamabad membantahnya. Kedua negara mengklaim Kashmir secara keseluruhan dan mengendalikan berbagai bagiannya.
Selain itu ada bagian dari wilayah Kashmir yang juga dipegang oleh China.[IZ]