Lampung (Panjimas.com) – Dalam diskusi tertutup di hadapan 20 orang akademisi diantaranya, dosen Universitas Negeri Lampung, mahasiswa, dan kepala sekolah, (18/2), Sekjen AILA Indonesia Nurul Hidayati kembali menegaskan tentang bahaya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
Diskusi bertajuk “Kajian kritis RUU P-KS” berlangsung di kota Bandar Lampung itu berlansung selama kurang lebih 3 jam. Para peserta antusias bertanya secara mendalam tentang RUU ini.
Dalam penjelasannya, Nurul mengatakan “Jika benar-benar kita ingin melindungi korban perkosaan, maka seharusnya terminologi kejahatan seksual lah yang digunakan. Bukan ‘kekerasan seksual’ yang artinya bisa multitafsir.”
Selain itu, Nurul juga menjelaskan tentang filosofi RUU P-KS, filosofi RUU serta membedah naskah akademik (NA) yang menggunakan feminist legal theory. Juga diuraikan beberapa pasal dan istilah yang melahirkan multi tafsir dan berpotensi menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat.
Yang menarik, selama ini sebagian masyarakat menganggap bahwa penolakan dilakukan oleh umat muslim,namun pada diskusi kali ini hadir seorang mahasiswi asal Bali beragama Hindu bernama Kadek Ariyani.
“Setelah mendengar penjelasan ibu Nurul, saya semakin yakin untuk menolak RUU ini. Karena RUU P-KS berpotensi melegalkan zina, prostitusi serta LGBT. Dalam agama Hindu ketiga hal tersebut dilarang,” ujar Kadek
Selain Kadek, hadir pula Lina seorang notaris asli Lampung. Lina mengatakan, “ Saya khawatir, jika RUU ini disahkan, maka akan mengikis sifat relijius yang selama ini melekat pada masyarakat Indonesia. Karena RUU ini sama sekali tidak memperhatikan sisi agama.” (des)