JAKARTA, (Panjimas.com) – Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengambil alih pengolahan dan pelayanan air bersih di Jakarta dari pihak swasta yakni PT Aetra dan PT Palyja adalah langkah tepat dan berani. Dikembalikannya pengelolaan dan pelayanan air bersih ke ‘pangkuan’ negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, dianggap bentuk nyata janji Anies saat kampanye yaitu “Maju Kotanya, Bahagia Warganya”.
Anggota DPD RI atau Senator DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, keputusan Gubernur Anies ini adalah kabar bahagia bagi warga Jakarta di tengah hiruk pikuk Pemilu 2019. Akhirnya, setelah dua dekade, negara, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta, mengambil keputusan yang tepat dan berani untuk mengembalikan kedaulatan warga atas air bersih serta menjalankan amanat konstitusi memenuhi kebutuhan warga atas air bersih.
“Tepat, karena keputusan ini sudah melalui proses kajian yang mendalam dan proses pengambilalihannya lewat tindakan perdata melalui mekanisme pertemuan dengan Palyja maupun Aetra. Berani, pertama karena dilakukan saat ini atau tidak menunggu kontrak selesai pada 2023. Kedua, karena keputusan ini diambil saat permohonan PK Menkeu dikabulkan oleh MA yang artinya air bersih di Jakarta masih milik swasta. Keputusan stop swastanisasi air ini menegaskan, Gubernur Anies lebih memilih berdiri bersama warga,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa, (12/2).
Menuruf Fahira, selama air menjadi barang yang ‘mahal dan eksklusif’, sebuah kota tidak akan kunjung mencapai kemajuan. Ini karena air bersih adalah kebutuhan pokok manusia untuk dapat bertahan hidup. Ketika air bersih jadi ‘mahal dan eksklusif’ maka tidak hanya akan menggerus produktivitas tetapi juga mengganggu perekonomian warga karena harus menyisihkan pendapatannya dalam jumlah signifikan untuk mendapatkan air bersih. Itulah kenapa, lebih dari satu dekade lalu, kota-kota maju di dunia sudah ‘mendepak’ swastanisasi air, dan lebih memilih mengelola air bersihnya sendiri untuk warganya.
“Keputusan Gubernur Anies mengambil alih seluruh aspek pengelolaan dari pengolahan air baku hingga pelayanan dari swasta ini akan menjadi awal penyelesaian peliknya persoalan air bersih di Jakarta. Ini juga langkah tepat untuk mengembalikan hak semua warga di seluruh titik Jakarta untuk menikmati air bersih yang memang sesuai konstitusi harus dipenuhi negara. Keputusan ini bukan hanya harus diapresiasi tetapi juga harus kita rayakan sebagai kemenangan warga Jakarta,” kata Fahira.
Fahira sendiri menyakini proses pengambilalihan pengelolaan air ibu kota dari pihak swasta akan segera rampung dan berjalan lancar. Karena memang dilihat dari sisi manapun selama dikuasai swasta cakupan layanan air ibu kota tidak mengalami kemajuan signifikan. Dalam 20 tahun (1998-2017), cakupan layanan air hanya meningkat 14,9% (tahun 1998 sebesar 44,5%, kemudian pada 2017, nilainya hanya meningkat menjadi 59,4% atau masih jauh dari target akhir kontrak di tahun 2023 sebesar 82%).
“Pemprov DKI punya posisi kuat untuk mengambil alih pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi warganyanya, untuk memastikan semua warga Jakarta terpenuhi haknya menikmati air bersih,” pungkas Fahira yang kembali mencalonkan diri sebagai Caleg DPD RI DKI Jakarta pada Pemilu 2019 ini. [RN]