JAKARTA, (Panjimas.com) – Penataan penyelenggaraan umrah memasuki babak baru. Sembilan pimpinan Kementerian atau Lembaga Negara pada hari Jumat (08/02/2019) kemarin, menyepakati nota kesepahaman tentang Pencegahan, Pengawasan, dan Penanganan Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Nota kesepahaman ini ditandatangani Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersama Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Kapolri, Kepala PPATK, dan Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Penandatanganan berlangsung di Hotel Borobudur, Jakarta.
“Nota Kesepahaman ini menjadi babak baru pembinaan penyelenggaraan umrah. Tujuannya, sebagai pedoman sinergi bagi para pihak dalam rangka pencegahan, pengawasan, pelindungan, dan penanganan permasalahan penyelenggaraan ibadah umrah,” terang Menag di Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Menurut Menag, ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi pertukaran data dan/atau informasi, pencegahan, pengawasan, pelindungan, penanganan, dan pembentukan satuan tugas.
“Mulai hari ini, para pihak dalam nota kesepahaman ini bisa melakukan pertukaran data dan/atau informasi di bidang pencegahan, pengawasan, pelindungan, dan penanganan permasalahan penyelenggaraan ibadah umrah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Tindaklanjut lainnya dari nota kesepahamaan ini, kata Menag, adalah pembentukan satuan tugas pencegahan, pengawasan, dan penanganan permasalahan penyelenggaraan ibadah umrah. Adapun susunan organisasi, masa tugas, dan mekanisme penetapan keanggotaannya akan diatur dalam Perjanjian Kerja Sama.
“Keanggotaan Satuan Tugas berdasarkan usulan para pihak dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia,” tandasnya.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim menambahkan bahwa Nota Kesepahaman ini menjadi upaya lanjutan dalam penataan penyelenggaraan umrah. Secara teknik, pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan para pejabat di level teknis untuk menyusun format kerja sama.
“Kami tentu akan fokus pada upaya memberikan pelindungan kepada masyarakat yang melaksanakan perjalanan ibadah umrah. Harapannya, permasalahan umrah bisa ditekan dan masyarakat bisa beribadah dengan tenang,” tandasnya.
“Insya Allah sebelum tiga bulan, Perjanjian Kerja Sama sudah selesai sehingga nota kesepahaman ini bisa lebih operasional,” tandasnya.
Arfi menambahkab bahwa nota kesepahaman ini strategis mengingat penyelenggaraan ibadah umrah merupakan hal yang komplek. Ratusan ribu bahkan hingga satu juta jemaah asal Indonesia melaksanakan ibadah umrah.
Data Kemenag mencatat, jemaah umrah 1440 H saja misalnya, dalam rentang September 2018 sampai Januari 2019, mencapai 508.180 jemaah. Tiga tahun sebelumnya, jumlahnya tidak pernah kurang dari 500ribu. Tahun 1437H, total sebanyak 677.509 jemaah. Tahun 1438H jumlahnya meningkat hingga mencapai 858.933 jemaah.
“Bahkan, tahun lalu atau 1439H, jemaah umrah asal Indonesia sebanyak 1.005.802 orang. Jumlah ini adalah yang terbesar di dunia setelah Pakistan,” ujarnya.
“Karena jumlah yang demikian besar dan permasalahan yang kompleks, maka dalam melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah perlu melibatkan semua pihak yang memiliki regulasi dan kewenangan sesuai bidang tugasnya, agar pengawasan dapat lebih efektif dan terpadu,” pungkasnya. [ES]