Depok (Panjimas.com) – Peluncuran dan diskusi buku “Batavia Kala Malam” yang digelar Perpustakaan Universitas Indonesia dan Komunitas Bambu, Rabu (6/2/2019) siang di Ruang Pertemuan, Gedung Perpustakaan Pusat UI- Depok, terpaksa dihentikan sebelum acara selesai.
Diskusi bertajuk “Si Pitung, Bandit dan Ommelanden” tersebut menghadirkan pembicara Margreet Van Till (Penulis Buku Batavia Kala Malam), Roel Van Der Veen (Dosen Hubungan Internasional Universitas Amsterdam), dan Bondan Kanumoyoso (Sejarawan). Diskusi dimoderatori oleh Budayawan Betawi, Juhdi Syarif.
Acara dihentikan panitia lebih cepat karena dianggap sudah tidak kondusif gara-gara muncul protes keras dari seseorang yang mengaku keturunan Si Pitung, M. Husni.
Awalnya, acara berlangsung lancar. Margreet Van Till dan Roel Van Der Veen, sang penulis buku “Batavia Kala Malam” menceritakan pengalaman tentang kisah dalam buku itu, terutama kisah tentang pahlawannya orang Betawi, Pitung. Buku ini merupakan disertasi Margreet Van Till.
Situasi mulai hangat setelah sesi tanya jawab dibuka oleh Juhdi Syarif. Husni bicara. Dia sangat tersinggung dengan kata bandit dalam kalimat Si Pitung , Bandit, dan Ommelanden yang ditayangkan dalam slide presentasi. Bagi dia, kata itu telah merendahkan Pitung.
“Ini ada di depan Si Pitung bandit. Ini banditnya kategori premanisme, tolong ini diralat (kata) banditnya, karena Pitung kumpi saya, dia berjuang untuk membela rakyat, khususnya Rawabelong. Pada saat itu kakek saya menjelaskan, Rawa Belong mau dibumihanguskan oleh penjajah,” protes Husni.
Menurut Husni, pencantuman kata bandit dalam poster tersebut – meskipun sebenarnya sama sekali tidak ditujukan kepada Pitung – tidak menghormati Pitung yang telah berjasa. “Tolong dicatat wartawan elektronik maupun cetak, ya. Ini kategori Si Pitung itu bukan pejuang. Sebenarnya Pitung itu membela untuk mempertahankan negara Indonesia yang dijajah oleh VOC. Tolong diralat, ini siapa yang menerbitkan (kata) bandit. Kumpi saya bukan bandit,” tegasnya.
“Si Pitung juga termasuk kakek-kakeknya Bang Bachtiar (pesilat Betawi tinggal di Rawa Belong)). Makanya Bang Bachtiar mendirikan sanggar Si Pitung. Oke terimakasih, hanya itu saja,” kata Husni.
Husni bahkan mengancam akan menuntut kalau sampai kata itu tidak dihilangkan. “Jadi ini tolong semua rekan-rekan yang hadir di sini, tolong kata bandit ini tolong dihapus. Kalau enggak ini sampai pun dimana akan saya tuntut,” katanya.
Protes juga dilayangkan beberapa tokoh Betawi yang hadir. Suasana mulai panas, Juhdi Syarif mencoba menawarkan solusi agar tak terjadi salah paham. Dia berharap buku Margreet Van Till dibaca baik-baik karena disana sama sekali tidak menempatkan Si Pitung sebagai tokoh yang buruk, justru sebaliknya.
“Kayaknya, kita kudu baca bukunya. Ane bukan bela Margreet. Sebagai moderator, saya tidak melakukan subyektifitas. Si Pitung itu merampok atau enggak, ane nggak ngomong Si Pitung bandit,” kata dia.
Penerjemah buku “Batavia Kala Malam” tadinya juga amau ikut memberikan penjelasan bahwa telah terjadi kesalahpahaman. Tetapi, dia tidak ada kesempatan untuk memberikan penjelasan lebih jauh karena terus menerus mendapatkan protes.
Husni sampai ditenangkan oleh rekan-rekannya. Sampai-sampai di tengah acara ada yang inisiatif untuk doa agar suasana kembali kondusif. Akhirnya, moderator menghentikan acara. “Sekali lagi mohon maaf, acara ini saya serahkan kepada pembaca acara untuk menutup acara.”
Husni digandeng oleh rekan-rekannya untuk meninggalkan acara. Tetapi, dia masih terlihat sangat kecewa. Usai acara ditutup, sejarawan UI Bondan Kanumoyoso mengatakan telah terjadi kesalahpahaman alias salah tangkap maksud.
“Karena ditanggapi bukan secara akademis, jadinya terbawa kepada situasi emosional. Jadi sebetulnya ini kan diskusi akademis, semuanya bisa didiskusikan. Tidak ada maksud mengatakan Si Pitung itu bandit. Itu kan judul poster, judul diskusi. Tapi kalau dibaca bukunya tidak ada kata-kata satupun yang menyerang Si Pitung dan mengatakan dia bandit,” kata Bondan Kanumoyoso.
Menurut Bondan Kanumoyoso melalui buku itu, justru Margreet menjelaskan kalau Pitung merupakan seorang noble outlawz. “Seorang yang bertindak di luar hukum secara yang terhormat. Itu malah menghormati. Tapi karena tidak dibaca, jadi salah pengertian. Jadi kita nggak enak sama Bu Margreet. Jadi sebetulnya beliau meletakkan Si Pitung sebagai seorang tokoh, bukan justru sebaliknya.”
Bondan Kanumoyoso yakin kalau buku tersebut dibaca dengan baik, tidak akan terjadi kesalahpahaman. Margreet sendiri menekankan, sebenarnya dia sangat positif memandang Si Pitung. “Saya mengerti, tetapi buku saya sangat positif tentang Si Pitung. Saya sangat positif tentang Si Pitung,” katanya. [des]