MANILA, (Panjimas.com) — Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano menyatakan bahwa pelaku pengeboman di Sulu, Mindano merupakan pasangan asal Indonesia. Para pelaku diduga mendapat bantuan dari jaringan kelompok Islamic State (IS).
Berdasarkan informasi dari saksi mata dan sumber terpercaya, lanjut Eduardo Ano, pihaknya meyakini pelakunya merupakan laki-laki dan perempuan asal Indonesia.
“Mereka orang Indonesia, saya yakin mereka orang Indonesia,” pungkas Ano, yang juga mantan kepala militer tersebut, dikutip dari CNN Filipina, Jumat (01/02).
Sementara itu, Islamic State (IS) mengklaim bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Serangan bom semacam itu sangat jarang terjadi di Filipina. Serangan bom yang meledak di gereja tersebut menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya.
Pernyataan Eduaro Ano ini menjadi simpul baru dalam penyelidikan yang penuh dengan laporan yang tidak konsisten dan terkadang saling bertentangan.
Menurut salah satu penyidik investigasi kasus ini semakin diperumit dengan lokasi kejadian yang sudah terkontaminasi.
Sebelumnya para petugas polisi setempat mengatakan bom diledakkan melalui detonator jarak jauh.
Akan tetapi kemudian Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan serangan ini dilakukan dimana pelaku juga turut kehilangan nyawanya dalam insiden itu. Pernyataan Duterte ini didukung Menteri Pertahanan.
Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, mengatakan hasil pemeriksaan tas di pintu masuk gereja menunjukan sulit meletakan bom di sana. Oleh karena itu, serangan bom jibaku lebih masuk akal.
“Menurut penyidik forensik, bagian tubuh ini dapat berasal dari dua orang, satu di dalam gereja dan satu lagi di luar,” pungkas Lorenzana, dilansir dari Reuters.
Ano mengatakan pasangan pelaku pengeboman ini dibantu kelompok milisi Abu Sayyaf.
Mendagri Ano mengklaim orang yang merencanakan serangan berada dibawah instruksi operasi yang menurutnya dibawah Islamic State (IS).
Serangan di Filipina ini membangkitkan kekhawatiran tentang pengaruh Islamic State (IS) di Asia Tenggara.
Banyak yang khawatir para anggota IS dari Malaysia, Indonesia, dan tempat lainnya tertarik untuk datang ke Mindanao.
Pemerintah Filipina sudah memberlakukan status darurat militer di Mindanao sejak peristiwa pergolakan di Marawi City pada 2017 lalu. Mereka bertahan selama lima bulan dari serangan udara yang terlihat seperti perang di Suriah dan Irak.
Serangan ini terjadi setelah diadakannya referendum damai pada 21 Januari lalu. Referendum yang memberikan otonomi kepada masyarakat Muslim Mindanao kecuali kelompok Abu Sayyaf.
Pada Rabu lalu (30/1) dua orang tewas dalam serangan lemparan granat ke masjid di dekat Zamboanga, Provinsi mayoritas Kristen. Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini.[IZ]