Jakarta (Panjimas.com) – Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menolak pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang sarat akan kebebasan dan tidak mencerminkan nilai Agama dan prinsip Pancasila.
“Kami mendukung pengesahan revisi pasal perzinahan dalam KUHPidana dalam rangka menjaga semua pihak dari tindak kejahatan dan penyimpangan seksual khususnya pada perempuan dan anak,” kata Ketua PP KAMMI Bidang Perempuan, Reviana Revitasari, MT dalam pernyataan sikapnya, Jum’at (1/2/2019).
KAMMI mendorong kepada Kementrian Perlindungan Perempuan dan Anak agar turut aksi secara aktif dan massif mensosialisasikan pencegahan segala bentuk kejahatan terhadap perempuan sesuai dengan program Three Ends yakni untuk mengakhiri 3 kasus utama perempuan; kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan manusia, dan kesenjangan ekonomi perempuan.
“Mendesak pemerintah agar mengutamakan aspek preventif dengan mengajak masyarakat untuk merevitalisasi dan menguatkan kembali peran keluarga sebagai institusi utama menjaga nilai dan adab masyarakat dan mendukung pengesahan RUU ketahanan keluarga,” ungkap Reviana.
KAMMI Bidang perempuan juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama membudayakan diri dan lingkungan dalam menghormati perempuan dan anak-anak baik dalam sikap dan perbuatan sebagai bukti warga negara Indonesia yang baik dan berdedikasi.
Dalam pandangan KAMMI, Indonesia merupakan Negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas dan prinsip-prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa seperti yang termaktub dalam sila pertama Pancasila.
“Kasus-kasus kejahatan seksual yang datanya terus meningkat menjadi anomali tersendiri di tengah digaungkannya gerakan perbaikan dan peningkatan kualitas karakter bangsa oleh pemerintah yang tertuang dalam program Nawacita,” kata Reviana.
Berdasarkan data dari BPS tahun 2018 menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 30 perempuan dan anak-anak Indonesia yang setiap harinya menjadi korban kekerasan baik dalam bentuk fisik maupun seksual. Selain itu, BKKBN (2018) mengungkapkan bahwa setidaknya ada sekitar 2 juta kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia yang 63% dilakukan oleh remaja karena berhubungan seks di luar nikah (free sex).
KAMMI mencatat, permasalahan lain yang menimpa perempuan juga yaitu human trafficking (Perdagangan Manusia) yang di Indonesia kasusnya hingga 1 juta orang/tahunnya menurut data korban perdagangan orang. Di samping itu, masih banyak kasus-kasus Perempuan lainnya yang begitu kompleks yang menimpa perempuanperempuan di Indonesia.
“Oleh karena itu, Indonesia memerlukan sebuah norma/aturan yang dapat mencegah segala ompleksitas permasalahan perempuan yang tujuannya adalah mengakhirisegala tindak kekerasan pada Perempuan hingga ke akarnya.
Dicanangkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) sejak 2016 lalu bertujuan untuk menghapus kekerasan seksual yang ada di Indonesia. Namun demikian ternyata RUU P-KS ini di dalamnya terdapat cukup banyak pasal yang berpotensi untuk melegalkan kebebasan seksual seseorang dan bertentangan dengan nilai-nilai Agama serta Pancasila.
Beberapa pasal yang krusial tersebut, yaitu: Bab 1 pasal 1 mengenai definisi kekerasan seksual; Pasal 2 mengenai asas dan tujuan; dan Pasal 11 mengenai bentuk kekerasaan yang masih ambigu, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, Bidang Perempuan PP KAMMI telah melakukan telaah dan kajian terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang dijadikan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada 2019.(Des)