Jakarta (Panjimas.com) – Setelah Ahmad Dhani dijebloskan ke dalam penjara, pengamat politik Rocky Gerung akan diperiksa sebagai terlapor oleh Jajaran penyidik Unit IV Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya terlapor dalam kasus dugaan penistaan agama, Kamis (31/1) besok.
Kasus yang menyeret nama tokoh kritis Rocky Gerung ini berawal dari laporan Jack Boyd Lapian atas pernyataan Rocky saat menjadi pembicara di acara diskusi Indonesia Lawyer Club di stasiun televisi TV One pada 10 April 2018 lalu.
Saat itu Rocky mengatakan, “Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, maka kitab suci itu adalah fiksi.” Laporan kepolisian tersebut diterima dengan nomor: LP/2001/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tanggal 11 April 2018.
Sehari setelah pernyataannya di ILC, Rocky dilaporkan Ketua Cyber Indonesia Permadi Arya didampingi Sekjennya, Jack Boyd Lapian ke Polda Metro Jaya, Rabu (11/4). Dalam laporan tersebut, Permadi mengutip definisi fiksi dan kitab suci berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Adapun dalam konferensi pers Maklumat Akal Sehat Rabu (25/4), sejumlah aktivis sosial dan hukum hadir sebagai bentuk dukungannya kepada Rocky. Mereka antara lain Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, dan aktivis Sandyawan Sumardi. (osc)
Sebelumnya, Rocky Gerung menilai perdebatan atas pernyataannya terkait ‘kitab suci adalah fiksi’ di program Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One beberapa waktu lalu diwarnai kepentingan politik. Saat itu, politikus Partai NasDem Akbar Faisal meradang mendengar pernyataan Rocky tersebut. Sementara selama ini Rocky dikenal keras dalam mengkritik Presiden Joko Widodo, sementara NasDem termasuk koalisi partai pendukung pemerintah.
Menurut Rocky, hari ini demokrasi Indonesia sudah dikepung oleh elektabilitas, bukan lagi intelektualitas.”Mendirikan bangsa artinya harus memperbanyak intelektualitas. Tetapi kita hari ini dikepung oleh elektabilitas, sehingga kita kehilangan kesempatan untuk menumbuhkan intelektualitas itu,” kata Rocky dalam konferensi pers bertajuk Maklumat Akal Sehat di Jakarta, beberapa waktu lalu, (25/4).
Rocky melanjutkan, ada alasan kenapa dirinya berdebat dalam diskusi ILC beberapa waktu lalu. Dia jengkel karena masing-masing pihak berupaya mengambil perhatian masyarakat demi menaikan elektabilitas pasangan calon. “Itu sebabnya saya cekcok di ILC karena sebetulnya kalau kita periksa latar belakang asumsi di balik kalimat samar dalam debat itu, masing-masing pihak berupaya untuk mengambil perhatian publik dalam rangka menaikkan elektabilitas pasangan per pasangan. Karena itu saya jengkel,” kata dia.
Mantan dosen filsafat Universitas Indonesia (UI) menganggap ganjil ketika pikiran, argumen, dan kritik justru dipatahkan oleh klaim-klaim komunalitas dan tangan aparat negara, terlebih di sebuah negara yang demokratis seperti Indonesia.
Rocky juga menilai ganjil bila pikiran publik justru dikriminalisasi dan diadili secara hukum atas tuduhan penyebaran kebencian dan penodaan agama, ketimbang didebatkan di sebuah ruang diskusi.
Rocky tidak ingin kata ‘fiksi’ digunakan untuk menjatuhkan lawan politik siapapun. Sehingga, dia meminta agar perkataannya soal ‘kitab suci adalah fiksi’ tidak dikaitkan dengan latar belakang politik.
Menurut Rocky, pelaporan dirinya ke polisi atas dugaan penyebaran informasi bermotif SARA untuk menimbulkan rasa kebencian adalah sebuah tindakan yang tidak masuk akal. (des)