JAKARTA, (Panjimas.com) — Masyarakat kembali dikejutkan dengan beredarnya informasi di media sosial yang menyampaikan bahwa di sejumlah lokasi di Jakarta pada hari Rabu (30/01) terpampang sejumlah spanduk besar di pinggir jalan besar yang bertuliskan : “Hargai Hak Hak LGBT” dengan latar belakang foto dari salah satu caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yakni Grace Natali dan Raja Juli Antoni.
Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat, Irjen (Pol) (Purn). Anton Tabah Digdoyo pun turut angkat bicara menanggapi peristiwa tersebut
“Apa yang tertera pada spanduk tersebut sangat jelas jika tokoh PSI mendukung LGBT dan mengakui LGBT sebagai HAM berarti PSI setuju nikah sejenis laki sama laki wanita dengan wanita, dan ini jelas melanggar hukum termasuk hukum alam (Natural Law), juga hukum Tuhan Yang Maha Esa dan ingat, Pancasila sangat tegas menolak LGBT karena dituang di berbagai UU turunannya juga ‘basic law’ KUHP karena itu siapapun yang terlibat dalam pemasangan spanduk pro LGBT bisa dipidana,” tutur Anton Tabah, saat dihubungi Panjimas.
Sikap para tokoh PSI ini juga diperkuat dengan kasus-kasus sebelumnya yang secara terang-terangan mereka menolak semua yang berbau agama. Maka menurut Purnawiran Jenderal Polisi yang sekarang aktif berdakwah itu dengan mengatakan tak salah pula jika publik saat ini menduga kalau PSI itu adalah jelmaan PKI gaya baru.
Anton Tabah Digdoyo juga mengingatkan kalau LGBT itu bukanlah Hak Asasi Manusia (HAM) tapi adalah penyakit. Dalam buku karya korban LGBT, Alexander David Brodie alias Samanta Brodie berjudul “SAMANTA & ME” menegaskan kalau LGBT itu adalah penyakit sangat menular bukan HAM. Oleh karena itu, Samanta menyarankan agar tiap negara buat hukum atau UU yang tegas menghukum berat para pelaku LGBT. Karena dinilai LGBT adalah penghancur bangsa bangsa dan peradaban yang sangat mengerikan.
“Oleh sebab itu saya sangat heran, kalau NKRI yang tegas berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa malah ada yang minta legalkan LGBT itu nalarnya dimana? Semua Agama menolak LGBT bahkan Rusia mulai 30 Juni 2018 lalu telah membuat UU larangan LGBT dengan ancaman hukuman berat berlapis dari hukuman kurungan, denda kerja sosial yang berat,” pungkas Anton Tabah Digdoyo.[ES]