DHAKA, (Panjimas.com) — Pelapor Khusus HAM PBB untuk Myanmar baru-baru ini mendesak Arab Saudi dan India untuk tidak mendeportasi warga muslim Rohingya ke Bangladesh, melainkan memberi mereka status pengungsi.
“Saya kecewa dengan Arab Saudi yang baru-baru ini mendeportasi 13 Rohingya ke Bangladesh,” pungkas Yanghee Lee, pelapor khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar, di Dhaka, Bangladesh.
Lee menyatakan keprihatinan mendalamnya atas penangkapan Muslim Rohingya oleh otoritas Arab Saudi.
“Orang-orang ini telah melarikan diri dari kekerasan di Myanmar, sehingga mereka harus diperlakukan dengan baik,” tukas Lee.
“Saya juga terganggu menyaksikan sejumlah warga Rohingya dari India dipulangkan ke Bangladesh,” tandasnya, merujuk pada upaya pemerintah India yang memaksa para pengungsi Rohingya melintas ke luar perbatasannya.
Sejak awal tahun ini, sedikitnya 1.300 Muslim Rohingya dilaporkan telah menyeberang ke Bangladesh dari India karena takut dideportasi paksa ke Myanmar
“Sangat jelas bahwa pengungsi Rohingya di Bangladesh tidak dapat kembali ke Myanmar dalam waktu dekat. Pemilihan umum Bangladesh telah berakhir. Saya mendesak pemerintah untuk terlibat dalam perencanaan jangka panjang [dalam mengatasi krisis Rohingya],” imbuh Lee, dikutip dari Anadolu Agency.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh, setelah pasukan Myanmar melancarkan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Ontario International Development Agency (OIDA) dalam laporannya menyebutkan hampir 24.000 Muslim Rohingya dibunuh oleh pasukan Myanmar sejak 25 Agustus 2017.
Laporan berjudul “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira” menyebutkan bahwa lebih dari 34.000 Rohingya dibakar hidup-hidup, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli.
Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak.
PBB mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan – termasuk pada bayi dan anak-anak – pemukulan brutal, dan penghilangan paksa oleh pasukan Myanmar. Penyidik PBB mengatakan pelanggaran semacam itu dapat dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan.[IZ]