JAKARTA, (Panjimas.com) – Secara mengejutkan akhirnya pemerintah Republik Indonesia batal membebaskan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, langkah ini dinilai banyak pihak sebagai sesuatu yang keterlaluan dan membuktikan kalau pemerintahan Jokowi saat ini adalah pemerintahan yang banyak mengumbar janji tapi tidak pernah terbukti hasilnya.
Pushami menilai hal ini terkait adanya campur tangan asing dalam mempengaruhi keputusan pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
“Ini jelas ada unsur tekanan asing yang sangat terasa. Karena kita yakin selevel Yusril Ihza Mahendra yang ada di sekitar Presiden tidak mengetahui ada hal yang nyata dapat dilakukan seorang Presiden. Jika memang ingin memberikan pembebasan pada Ustadz ABB karena alasan kemanusiaan sebagaimana yang memang sudah diniatkan,” ujar Aziz Yanuar SH dari Pusat Hukum dan HAM Indonesia (Pushami) Rabu, (23/1).
Menurut Aziz, seharusnya Presiden dapat menggunakan kewenangan konstitusionalnya sebagaimana Pasal 14 UUD 1945:
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
“Nah pada poin nya adalah yang kedua, itu sangat mungkin dilakukan oleh Presiden, berdasar hukum dan jelas ini sangat konstitusional,” tutur Aziz lagi.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan bahwa pada kasus pemberontakan pada zaman orde lama, Presiden Soekarno memberikan amnesti dan abolisi melalui Keppres Nomor 449 Tahun 1961 dengan pertimbangan bahwa para pemberontak telah insyaf dan kembali kepangkuan Republik Indonesia.
Kemudian dalam kasus Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan, alasan yang digunakan Presiden adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara, pembangunan nasional, memperkokoh hak azasi manusia, serta persatuan dan kesatuan bangsa, sebagaimana tercantum pada Keppres Nomor 80 Tahun 1998.
“Jadi jelaslah pemaknaan kepentingan negara dikembalikan kepada Presiden sebagai pihak yang berwenang memberikan amnesti,” ujarnya.
Dihubungkan dengan kenyataan usia Ustadz Abu yang telah menginjak 81 tahun dan dengan kondisi kesehatan tidak stabil, menjadi relevan pertimbangan kemanusiaan untuk dijadikan alasan adanya kepentingan Negara. Sebab sebagai bangsa yang beradab negara mesti memastikan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana amanah sila kedua Pancasila “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab”.
Dengan demikian, sudah sepatutnya Presiden sebagai pihak yang hendak membebaskan Ustadz Abu segera memberikan amnesti kepadanya.
“Jadi sekali lagi jika sekaliber YIM di sekitar Presiden tidak mengetahui dan menyarankan hal ini, kok rasanya agak agak mustahil kecual ya tadi jika kekuatan asing berperan maka apapun itu akan menjadi mungkin,” tandasnya.
Dan jika itu terjadi, maka akan sangat disayangkan kedaulatan Indonesia masih mudah di intervensi asing bahkan dengan alasan kemanusiaan dan pancasila sila kedua, pemerintah dan Presiden mengabaikan nya hanya demi kepentingan asing. Sangat disayangkan. [ES]