Jakarta (Panjimas.com) — Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baru saja menegur Metro TV terkait dengan independensinya dalam siaran pemberitaan. Teguran tersebut dilayangkan karena Metro TV kurang memberi porsi terhadap oposisi.
Selain itu, sebagai media penyiaran yang menggunakan frekuensi publik, Metro TV dianggap terlalu sering menyiarkan pidato dari Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh. Namun, menurut pengamat, langkah KPI masih dianggap terlalu lunak. KPI pun terlalu sering memberikan teguran, yang merupakan sanksi paling lunak.
“Teguran ini bukanlah sesuatu yang serius. KPI itu mestinya membuat sanksi serius kalau benar Metro TV melanggar pedoman independensi media. Sanksi-sanksi KPI selama ini berkutat di teguran melulu, sanksi paling ringan,” ucap peneliti Remotivi, Muhammad Heychael, pada Senin (21/1).
Tidak hanya sanksi yang ia kritisi, namun KPI dirasa perlu untuk memaparkan prinsip independensi apa saja yang tidak dipenuhi oleh Metro TV. Hal tersebut perlu disampaikan dalam rangka transparansi kepada publik. “Bentuk pelanggaranya apa saja, bentuk beritanya seperti apa, ini bagian dari transparansi pada publik,” kata Heychael.
Heychael menyebut, media diperlukan dalam asas keberimbanganya, mengingat, tahun ini adalah tahun politik. Hajat besar pemilu serentak akan digelar April nanti. Dibanding dengan Pemilu 2014 lalu, Heychael bahkan menyebut, Metro TV yang dimiliki oleh Surya Paloh ini tak ubahnya seperti TV pemerintah di masa Orde Baru.
“Tidak ada yang berubah, bagi kami Metro TV lebih menjalankan peran media pemerintah ketimbang media independen. Kinerja meja redaksi Metro tak ubahnya TVRI 32 tahun di bawah Orba,” kata Heychael.
Muhammad Heychael juga pernah melakukan penelitian terkait independensi media dan pilpres pada tahun 2014. Dari data yang dikumpulkan pada tanggal 1-7 Mei 2014, menunjukan kecenderungan keberpihakan media dengan tokoh tertentu. Sebagai contoh, Hary Tanoe bos grup MNC menaruh dukungan kepada pasangan Prabowo-Hatta, pun dengan Aburizal Bakrie pemilik Viva Group, yang menjabat sebagai Ketua Umum Golkar kala itu. Di lain pihak, Surya Paloh dengan Metro TV-nya berada sebarisan dengan Jokowi-JK.
Hasilnya bisa dilihat dalam frekuensi pemberitaan. Remotivi mencatat, untuk MNC, Jokowi mendapatkan 20 persen pemberitaan, sedangkan Prabowo memperoleh porsi 35 persen frekuensi pemberitaan. Di TV One, Jokowi memperoleh 15,2 persen frekuensi pemberitaan, sedangkan Prabowo meraih 38,5 persen. Metro TV tercatat memberikan 74,4 persen pemberitaan tentang Jokowi dan hanya 12 persen untuk Prabowo.
Tanggapan Metro TV
Sekjen Redaksi Metro TV, Budiyanto, menjelaskan beberapa hal terkait sanksi yang didapat selama 2018 dari KPI. Ia menyadari bahwa sanksi yang didapat Metro TV lantaran kesalahan yang bersifat sangat esensial. Sedangkan terkait pemberitaan politik, Budiyanto akan menyampaikan masukan ini pada level pimpinan.
Selain itu, mengenai konten lokal, menurut Manager Transmisi Metro TV, Bambang Isdiyanto, pihaknya berusaha sebaik mungkin agar di tiap daerah mendapatkan berita yang fresh. Ia mengakui untuk feature masih ada konten lokal yang bersifat re-run. “Kami akan minta studio di setiap daerah untuk meningkatkan produksi,” ujar Bambang sebagaimana dilansir website KPI. (des)