LONDON, (Panjimas.com) — Inggris menyatakan kekhawatirannya atas peningkatan kekerasan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, Jumat (18/01).
“Saya merasa sangat prihatin dengan eskalasi kekerasan di Rakhine,” ujar Menteri Negara untuk Asia dan Pasifik, Mark Field.
Mark Field mengatakan Inggris meminta semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menahan diri.
“Semua pihak memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa keselamatan warga sipil dijamin dan hukum internasional dipatuhi,” ujarnya, dikutip dari Anadolu.
Negara bagian Rakhine di Myanmar merupakan rumah bagi masyarakat Muslim Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang yang paling teraniaya di dunia.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh tentara Myanmar.
Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira’.
Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar sementara 113.000 lainnya dirusak.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan — termasuk bayi dan anak kecil — pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personil keamanan.
Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.[IZ]