BEKASI (Panjimas.com) – Mantan Misionaris Ustaz Bernard Abdul Jabbar menilai bahwa simbol Salib di kawasan bersejarah Solo sebagai upaya menyebarkan misi agama.
“Yang mereka lakukan ini sudah sering kali dilakukan, bukan hanya di Solo,” kata ustaz Bernard saat dihubungi Panjimas.com, Jum’at (18/1) siang.
Menurut ustaz Bernard, upaya penyebaran agama itu dilakukan dalam berbagai bentuk. “Memakai lambang-lambang, benda-benda yang lain yang mereka rupakan. Bahkan, karpet dan sajadah,”
Sebagai dai yang fokus pada masalah Kristenisasi ini, Ustaz Bernard menjelaskan bahwa cara-cara seperti itu sudah sering dilakukan sebagai upaya memperkenalkan agama lain.
“Ini terjadi sudah lama. Jangankan ornamen salib, ada (juga) patung yang mereka serupakan dengan bunda Maria dan akhirnya dirobohkan,” tegas ustaz Bernard.
Oleh karenanya, Sekretaris Umum Persaudaraan Alumni 212 itu pun mengingatkan agar para pemeluk agama di luar Islam tidak melakukan intoleransi.
“Kalau terjadi di mayoritas mereka Sulawesi, Papua, tidak masalah. Karena, mereka mayoritas dan umat Islam menghargai itu semua. Tapi ya jangan coba-coba menempatkan sesuatu yang akan menimbulkan kerawanan. Hargailah toleransi itu dengan kearifan lokal,” pungkas ustaz Bernard.
Seperti diketahui, perombakan “salibisasi” di kawasan yang dikenal dengan Koridor Jensud Solo ini dimulai pada Rabu (26/9/2018). Pemerintah Kota Solo menjelaskan bahwa renovasi tersebut disiapkan sebagai kawasan kota lama Kota Bengawan, dengan tujuan untuk menambah destinasi wisata dan memperkuat aroma kota Surakarta sebagai kota bersejarah.
“Koridor Jenderal Sudirman mulai Gladag sampai Tugu Pemandengan bahkan Pasar Gede, berada di lokasi yang sangat bersejarah. Sebab keberadaannya tidak terlepas dari eksistensi Keraton Surakarta. Termasuk keberadaan Benteng Vastenburg yang dulu digunakan untuk memata-matai aktivitas Keraton oleh penjajah,” ungkap Endah Sitaresmi Suryandari, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Surakarta, di laman resmi surakarta.go.id.
Alih-alih menjadikan eksistensi Keraton Surakarta sebagai kawasan bersejarah, namun pemasangan motif salib Kristen di sepanjang jalan justru menuai protes dari umat Islam Solo, karena dianggap tidak menghargai kearifan lokal.
Ustadz Dr Muinudinillah Basri, Ketua Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) menyebut langkah Pemkot Solo sebagai kemungkaran besar yang menodai Islam dan harus diprotes.
“Simbolisasi (salib kristiani) ini harus diprotes dan kita berjuang dengan berbagai macam kekuatan agar simbolisasi itu dikembalikan bahwa Kota Solo adalah kota Muslim,” ujarnya kepada Panjimas, Selasa malam, (15/1/2019). [DP]