JAKARTA, (Panjimas.com) – Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Haris Azhar mengatakan bahwa oposisi itu penting dalam ruang demokrasi saat ini.
“Kalau oposisi dibunuh, maka yang ada adalah kebenaran tunggal dari penguasa,” kata Haris Azhar di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/1) sore.
Menurut Haris, salah satu sebab meredupnya ruang demokrasi masyarakat sipil disebabkan karena memang kecenderungan pemerintahnya anti kritik.
Namun, Haris berpendapat bahwa pemerintah bukan menolak kritik tapi gagal menutupi kesalahannya. “Akhirnya, cara melawan kritisisme, masyarakat sipil, kelompok oposisi dijawabnya dengan cara yang salah,” tutur Haris.
Padahal, kehadiran oposisi dalam ruang demokrasi, lanjut Haris, sama pentingnya dengan hadirnya negara.
“Mereka mungkin bilang mereka bukan otoriter, oke. (Tapi), tolong kritik publik dikelola dengan baik,” tegas Azhar.
“Konsorsium Pembangunan Agraria (KPA) kemarin bilang ada 940 lebih petani dipidanakan. Dilaporin polisi sampai dipenjarakan selama masa kepemimpinan Jokowi,” tambah Azhar.
Sementara itu, di Indonesia ada 30 lebih aturan perundang-undangan Indonesia yang membolehkan ruang buat masyarakat sipil.
“UU HAM bilang bahwa partisipasi publik penting untuk penegakakn HAM, UU Bantuan Hukum, UU Advokat, UU Konsumen, UU Lingkungan Hidup, dan lain-lain,” ujar Azhar.
Intinya, pegiat HAM itu berpesan agar masyarakat Indonesia, baik yang saat ini berada pada posisi oposisi maupun penguasa supaya berhati-hati.
“Kita menghadapi yang ujunganya kurang lebih penjara rs dan kuburan. Ada yang dibunuh, dipenjara, ada yang disakiti dan lain-lain. Itu yang terjadi.” pungkas Haris. [DP]