JAKARTA (Panjimas.com) – Majelis Nasional Turkistan Timur menyebut tidak kurang dari 3 juta etnis Muslim Uighur mendapatkan penyiksaan di kamp tahanan pemerintah Komunis China.
“Semua bentuk ibadah sholat puasa memakai jilbab jenggot apapaun ibadah jika dilakukan maka langsung dicap teroris dan bisa dimasukkan ke penjara kemudian disiksa,” kata Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Tumturk di Restoran Bebek Bengil, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1) sore.
Bahkan, menurut data yang dikumpulkan Seyit, tiga sampai lima juta Muslim Uighur yang berada di kamp tahanan mendapatkan siskaan yang lebih kejam dari Nazi.
Di sisi lain, Tumturk menilai masyarakat dunia seolah lemah di hadapan pemerintah Komunis China sehingga tidak berani menyuarakan hak Muslim Uighur di kamp tahanan milik pemerintah China.
“Sangat kita sayangkan sebanyak 35 juta yang mendapat kezaliman dan penindasan, tapi dunia buta dan tuli terhadap apa yang terjadi di Turkistan Timur (Uighur),” tutur Tumturk.
Sebelumnya, Seyit menjelaskan, bahwa pemerintah China membantah adanya tudingan kalau pihaknya melakukan penyiksaan terhadap Muslim Uighur.
Namun demikian, Seyit menegaskan bahwa dirinya berani berdebat dengan pemerintah China untuk menunjukkan apa yang ia katakan tentang adanya penyiksaan terhadap Muslim Uighur di kamp tahanan.
“Kalau betul apa yang dikatakan pemerintah Komunis China bahwa itu adalah kamp konsentrasi dan pelatihan, kita siap untuk berhadapan dengan pemerintah China bahwa itu salah. Dan, benar adanya penyiksaan seperti yang diutarakan saya tadi.” terang Seyit.
Selain itu, Tumturk juga menunjukkan foto-foto yang menggambarkan kejadian yang sesungguhnya di Xinjiang, China guna menguatkan pernyataannya.
“2 tahun belakangan, Muslim Uighur mengalami ujian yang sangat berat di kamp tahanan,” pungkas Seyit.
Untuk diketahui, ACT bersama JITU menggelar diskusi dan konferensi pers di Restoran Bebek Bengil, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (12/1) sore.
Diskusi yang mengangkat tema Kesaksian dari Balik Penjara Uighur itu dihadiri lima narasumber, di antaranya; Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur (Uighur) Seyit Tumturk, mantan Tahanan Uighur Gulbahar Jelilova, Anggota DPR RI Muzammil Yusuf, Senior Vice President ACT Syuhelmaidi Syukur, dan Juru Bicara Amnesty International Indonesia Haeril Halim. [DP]