JAKARTA, (Panjimas.com) – Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur di Istanbul, Seyit Tümtürk, berterimakasih kepada seluruh masyarakat Indonésia, Ormas Islam, lembaga-lembaga dan media atas solidaritasnya kepada Muslim Uighur. Dia, mewakili 35 juta warga Muslim Uighur, menyampaikan salam keselamatan kepada Indonésia.
Dalam diskusi & konferensi pers bertajuk ‘Kesaksian dari Balik Tembok Penjara Uighur’ yang diinisiasi Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Seyit Tümtürk menjelaskan bahwa sudah sejak lama Turkistan Timur ditindas oleh rezim komunis Cina. Atas alasan itu, Tümtürk dan beberapa perwakilan masyarakat Uighur datang ke Indonesia.
“Dalam hitungan PBB, angka masyarakat Uighur yang ditahan dalam Kamp Konsentrasi Cina sebanyak lebih satu juta orang. Akan tetapi, menurut data yang kami kumpulkan ada sekitar 3 sampai 5 juta orang. Mereka mendapat siksaan lebih dari yang dilakukan oleh Nazi,” ujar Tümtürk dalam bahasa Turki, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, (12/1/2019).
Dia menjelaskan Kamp Penyiksaan terhadap Muslim Uighur disebut oleh rezim komunis Cina sebagai proyek “Persaudaraan Keluarga”, padahal sejatinya itu adalah sebuah kamp genosida terhadap muslim Uighur. Muslim Uighur yang ditahan di sana pun karena dituduh sebagai teroris, radikalis.
“Amat kita sayangkan, 3 hingga 5 juta Muslim Uighur disiksa, tapi dunia buta dan tuli terhadap apa yang terjadi di sana. Dan atas semua penindasan itu, alhamdulillah masyarakat Muslim Indonesia turun ke jalan menyuarakan pembebasan Muslim Uighur,” ujarnya yang dikutip INA News Agency (INA) — sindikasi berita bentukan JITU, Sabtu (12/1).
Sikap Muslim Indonesia itulah yang menyebabkan perwakilan Uighur datang ke Indonesia. Umat Islam Indonesia menyuarakan kebebasan Uighur.
“Setelah aksi itu dilakukan, efeknya kedutaan Cina langsung mempersilakan ormas Islam untuk datang ke Xinjiang, melihat kondisi Muslim Uighur, supaya kabar penindasan itu terkesan tidak benar” ujarnya.
Tümtürk mengungkapkan, dua tahun lalu, Cina juga mengingkari penindasan yang dilakukanya. Namun, tiga bulan terakhir ini, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Parlemen Eropa melakukan penelitian. Dari angkasa terungkap fakta yang membenarkan adanya Kamp Penyiksaan itu.
Setelah parlemen Eropa dan PBB mendesak Cina untuk mengakui hal itu, Cina mengatakan benar adanya kamp tersebut, tapi (Cina) tidak mengakui penindasan tersebut.
“Setelah dikeluarkan angka satu juta Muslim Uighur ditahan, Cina tetap berusaha mengelak. Setelah seperti Gulbakhar yang baru keluar dan mengalami penindasan, kita bawa ke hadapan media, rezim Cina tetap saja mengelak. Cina berdalih Kamp Penyiksaan itu adalah kamp konsentrasi dan pelatihan kerja untuk warga,” jelasnya. [RN/MJ]