Jakarta (Panjimas.com) – Ustaz Fahmi Salim, MA, Wakil Sekjend Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) yang juga Alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Bidang Tafsir Al-Qur’an, menyambut baik buku berjudul “Tafsir al-Misbah dalam Sorotan, Kritik terhadap karya Tafsir M Quraish Shihab” (Penerbit Pustaka Al Kautsar), yang ditulis oleh Dr. Afrizal Nur.
Dalam akun facebooknya, Ustaz Fahmi Salim mengatakan, Al-Qur’an memang mutlak kebenarannya. Lafazh dan maknanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia yang menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, dan Dia pula yang akan menjaganya sampai Hari Kiamat. Meski kebenaran Al-Qur’an itu mutlak, tetapi tafsiran atas Al-Qur’an belum tentu benar secara mutlak.
“Meski sudah lolos kualifikasi dan kompetensi keilmuan, seorang mufassir juga memiliki keterbatasan. Karya ilmiah manusia tak ada yang sempurna, 100% benar, tetapi semuanya tunduk pada kritik. Dalam tradisi keilmuan Islam, sudah lazim adanya dialektika keilmuan yang bersifat kritis. Suatu karya ilmiah diberikan penjelasan (syarh), pendalaman masalah (taqrir), komentar (ta’liq), verifikasi (tahqiq), dan catatan pinggir (hasyiyah) oleh ulama lainnya, baik yang hidup sezaman dengannya atau yang hidup sesudahnya.”
Dikatakan Ustaz Fahmi Salim, kritik dan koreksi biasanya dilakukan disela-sela aktivitas ilmiah tersebut. Bahkan, koreksi seorang ulama atas karya ilmiah ulama sebelumnya dijadikan karya tulis khusus, seperti yang dilakukan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah saat menulis kitab Ar-Radd ‘ala Al-Manthiqiyyin, Minhaj As-Sunnah An-Nabawiyah fii Naqd Kalam Al-Qadariyah wa As-Syiah, Iqtidha’ Ash-Shirath Al-Mustaqim fi Mukhalafat Ashab Al-Jahim, Dar’u Ta’arudhi Al-Aql wa An-Naql, dan lain sebagainya.
“Tidak sedikit umat yang bertanya kepada kami tentang Tafsir Al-Mishbah karya Prof.Dr.M Quraish Shihab. Kami katakan, sebagai karya ilmiah bidang tafsir Qur’an, tentu ada plus dan minusnya. Mereka yang menyanjung dan memuji karya tersebut tentu sudah banyak, meskipun tidak ditulis oleh mereka aspek apa saja yang dipuji.”
“Namun begitu, menurut kami, gaya bahasa yang renyah, pilihan diksi terjemah dan tafsir atas kosa kata Al-Qur’an yang banyak terinspirasi dari Prof. Aisyah binti Syathi’, istri dari Prof. Amin Al-Khuli, yang berorientasi “bayani”, ditambah pengaruh pemikiran Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar yang berorientasi “adabi ijtima’i” dapat dikatakan sebagai aspek yang banyak dipuji oleh kalangan yang mengagumi Tafsir Al-Mishbah ini.”
Namun tak sedikit ulama dan dai yang menyoal pandangan penulis Tafsir Al-Mishbah ini, terutama dalam hal yang terkait dengan jilbab, pengaruh fikrah tasyayyu’ (Syiah), dan lain-lain yang cukup mengemuka dalam karya tafsir setebal 15 jilid ini.
“Maka di tengah situasi era digital dan millennial, sikap kritis yang ilmiah dan mencerahkan, dengan bahasa yang obyektif dan jauh dari kata-kata umpatan, cacian, dan hujatan, sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan umat dalam rangka membimbing umat ini menuju kebangkitan Islam yang kita cita-citakan bersama.”
Karena itu, buku yang ditulis Afrizal Nur sangat dinanti banyak kalangan untuk menjernihkan secara ilmiah terkait rumor dan kontroversi seputar Tafsir Al-Mishbah. “Kami menyambut baik terbitnya buku ini, dengan harapan semoga umat Islam semakin tercerahkan dengan karya-karya ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Akhirul kalam, semoga Allah Swt menjadikan karya ilmiah ini sebagai amal jariyah bagi penulis, penerbit, dan siapa saja yang terlibat dalam kelahiran buku ini,” harap Ustaz Fahmi Salim. (des)