BANDUNG, (Panjimas.com) – Pada suatu pagi, di dalam ruangan dengan tirai biru dan sofa berwarna coklat muda, seorang sepuh lagi berwibawa tengah duduk.
Pria berkopiah hitam itu menyambut empat orang dari organisasi profesi Jurnalis Islam Bersatu (JITU), yang terdiri dari para jurnalis di Tanah Air.
Suasana keakraban itu berlangsung di dalam sebuah gedung Majelis Ulama Indonesia kota Bandung. Dengan seutas senyum, kiai yang juga ketua MUI Kota Bandung ini memberikan wejangan bagi profesi yang dituntut memberikan informasi yang benar kepada khalayak.
“Saya memberikan apresiasi dan dukungan kepada keluarga besar JITU dan jurnalis muslim,” ungkap pria kelahiran Cianjur, 18 Oktober 1944 ini, Jumat (4/1/2018).
Di tengah-tengah sebuah meja kaca transparan yang ditemani oleh vas bunga berwarna merah muda, Profesor Miftah Faridl bercerita tentang keutamaan profesi yang saat ini dinilai mulai kehilangan fungsi utamanya.
Ketua Umum Pengurus Yayasan Universitas Islam Bandung (UNISBA) ini bercerita, saat ini media harus berperan mengedukasi masyarakat soa menggeliatnya Islamophobia kepada umat Islam.
Mantan pimpinan redaksi tabloid Salam ini menyampaikan tantangan mengedukasi opini publik memang dirasa berat. Namun, porsi itulah yang dapat diemban oleh jurnalis Muslim.
“Lanjutkan profesi ini, istiqomah untuk memberikan opini yang baik untuk Islam,” ujar Kiai Miftah dalam ruangan yang dilengkapi televisi klasik berukuran 14 inchi.
Doktor Ilmu Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2000 (kini UIN) ini mengatakan, informasi yang diterima oleh media arus utama atau mainstream berdampak kepada pemahaman masyarakat Indonesia.
“Kita harus merubah ini, bingkailah dengan perilaku. Mulai dari diri, perlihatkan Islam itu mulia, itu ada. Dan itu harus dibantu oleh media,” ungkap ayah empat anak ini.
Nasehat dan Pesan Prof Miftah
Dalam obrolan hangat sepanjang 30 menit itu, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Jabar ini juga menekankan profesi jurnalis yang berbanding lurus dengan cita-cita konstitusi, yakni “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, jurnalis harus menjalankan perannya dengan sungguh-sungguh.
“Allah sangat senang dengan seseorang yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan ikhlas agar ibadah itu bernilai,” nasehatnya serius.
“Apapun langkah yang Anda lakukan strategis untuk membentuk opini. Jangan sampai umat Islam menjadi korban karena salah opini,” tambahnya tiba-tiba penuh semangat.
Lebih dari itu, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memberikan dorongan dan motivasi agar jurnalis muslim tetap konsisten mengedukasi dan menginformasikan nilai-nilai Islam yang tengah tergerus saat ini.
Mudah-mudahan apa yang saudara lakukan adalah ibadah kepada Allah, membudayakan apa yang disebut Tabayyun (klarifikasi), Islah (damai), dan kemudian ajaran-ajaran penting dalam agama Islam yang harus disampaikan melalui media.
“Selamat, mudah-mudahan apa yang kita lakukan diridhoi oleh Allah,” harapnya menyemangati empat orang perwakilan dari Organisasi profesi Jurnalis muslim yang sudah terbentuk dari tahun 2012 ini. [RN/MJ]