JAKARTA, (Panjimas.com) — Sekitar dua pekan mendatang, tepat pada tanggal 17 Januari 2019, rangkaian Debat Publik Calon Presiden (Capres)/Calon Wakil Presiden (Cawapres) Pemilu 2019 akan digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebagai salah satu agenda wajib dari tahapan pemilihan presiden (pilpres), bagi KPU debat publik adalah puncak sosialisasi untuk menggerakkan hati rakyat Indonesia agar menunaikan hak pilihnya. Sementara bagi kedua pasang calon, debat publik adalah kesempatan ‘emas’ untuk meyakinkan publik bahwa merekalah yang paling layak memimpin negeri ini lima tahun ke depan.
“Saya meyakini, jika debat publik capres bermutu dan berkualitas baik dari sisi teknis maupun substansi, akan mampu mendongkrak tingkat partisipasi pemilih Pemilu 2019. Oleh karena itu, semua sisi yang disajikan dalam debat harus bermutu dan berkualitas, mulai dari format debat, kedalaman materi dan pertanyaan, dan kemampuan kedua pasang calon mengomunikasikan visi misi dan menjawab berbagai pertanyaan,” ujar Anggota DPD RI Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (03/01) dalam keterangan tertulisnya.
Fahira mengungkapkan, secara sederhana saat ini ada tiga tipikal pemilih. Pertama, mereka yang sudah pasti menunaikan hak pilihnya dan sudah menentukan pasangan calon yang akan dicoblos. Kedua, mereka yang berniat menunaikan hak pilih tetapi belum menentukan pasangan calon atau yang sudah memiliki pilihan tapi masih mempertimbangkan beberapa hal (calon pemilih tidak loyal/swing voter’s). Ketiga, mereka yang sudah memutuskan tidak akan menunaikan hak pilihnya pada Pemilu 2019 dengan berbagai alasan dan pertimbangan.
Menurut Fahira Idris, jika dalam debat publik nanti, tema dan materi yang disajikan tajam, mendalam dan menyentuh persoalan rakyat, kemudian ditambah kemampuan mumpuni kedua pasangan calon menyelami persoalan dan memberikan jawaban yang bernas dan solutif, kemungkinan besar bisa membuat mereka yang sudah menentukan sikap tidak akan mencoblos, mengubah pandangan dan memutuskan untuk ke TPS menunaikan hak pilihnya.
Tidak hanya itu, capres/cawapres yang mampu tampil prima dalam debat sangat mungkin mampu meraup suara swing voter’s yang berdasarkan beberapa survei persentasenya sangat signifikan dari total jumlah pemilih.
“Makanya debat pilpres nanti harus didesain sedemikian rupa agar menyentuh semua persoalan pelik yang sehari-hari dihadapi rakyat dan ‘memaksa’ pasangan calon memberikan jawaban yang bernas, dapat dipercaya, dan solutif. Saya berharap sebagai penyelenggara, KPU tidak hanya menjadikan debat publik ini sebagai pendidikan politik, tetapi juga memanfaatkannya untuk mendongkrak tingkat partisipasi Pemilu 2019,” pungkas Fahira Idris yang mencalonkan diri kembali sebagai Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta pada Pemilu 2019 ini.
Sebagai informasi, pada Pemilu Legislatif 2014 tingkat partisipasi pemilih berada di angka 75,11 persen, sedangkan untuk Pilpres 2014 hanya berada di angka 70 persen saja. Sementara, pada Pemilu 2019 ini, KPU menargetkan jumlah partisipasi pemilih mencapai 77,5 persen.[IZ]